JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Mochamad Iriawan mengeluarkan maklumat terkait aksi unjuk rasa sejumlah organisasi masyarakat keagamaan pada Jumat 4 November 2016 mendatang.
Iriawan menyampaikan, setiap aparatur pemerintah, khususnya Polri wajib dan bertanggung jawab untuk melindungi hak asasi manusia.
"Polri wajib menghargai asas legalitas, menghargai prinsip praduga tak bersalah dan menyelenggarakan pengamanan," ujar Iriawan dalam maklumatnya yang bernomor MAK/03/X/2016 yang dikeluarkan pada Selasa (1/11/2016).
Selain kepada anggota Polri, maklumat itu dikeluarkan juga untuk peserta atau penanggung jawab aksi unjuk rasa.
Setiap peserta atau pun penanggung jawab unjuk rasa wajib menghormati hak-hak orang lain, menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum, menaati perundang-undangan yang berlaku, serta menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Iriawan juga melarang peserta dan penanggung jawab aksi unjuk rasa membawa, memiliki menyimpan senjata api, amunisi atau bahan peledak, serta senjata tajam dan senjata pemukul.
Kemudian, dia juga melarang peserta atau penanggung jawab demo menghasut atau memprovokasi, baik berupa lisan atau tulisan, untuk melakukan sesuatu yang melanggar hukum.
Peserta atau penanggung jawab demo pun dilarang membuat informasi atau meneruskan informasi yang bermuatan penghinaan, menimbulkan rasa kebencian berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dengan elektronik, media elektronik, maupun media sosial.
"Peserta demo dilarang melawan atau menggagalkan petugas Polri yang sedang menjalankan tugas pengamanan," ucap Iriawan.
Ia menambahkan, berdasarkan Pasal 218 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Barangsiapa pada waktu orang-orang berkerumum dengan sengaja tidak pergi Dengan segera sesudah diperintahkan tiga kali oleh atau atas nama kekuasaan yang berhak dihukum karena turut campur berkelompok-kelompok dengan hukuman penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp 9.000.
Selain itu, Iriawan mengingatkan agar jangan melakukan tindakan terorisme, perusakan, kekerasan secara bersama-saman dan melakukan tindakan yang merugikan pihak lain, serta melanggar undang-undang.
Sebab, menurut dia, pihak-pihak yang melakukan hal tersebut dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana yang termaktub dalam KUHP dan undang-undang tertentu sesuai dengan pelanggarannya.
Rencananya, massa memulai aksi unjuk rasa dari Masjid Istiqlal dan akan jalan kaki menuju Istana Negara, Jakarta.
Demonstrasi tersebut merupakan aksi lanjutan dari aksi yang digelar pada 14 Oktober 2016. Saat itu, demonstrasi digelar di depan Kantor Bareskrim dan Balai Kota DKI Jakarta untuk mengkritik kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.