JAKARTA, KOMPAS.com - Konsultan tim pemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, Eep Saefulloh Fatah, menjelaskan apa saja yang membuat mereka menang telak dalam Pilkada DKI 2017.
Salah satunya berkaitan dengan model pemilih Jakarta yang tidak sama dengan partai yang mereka dukung.
"Bayangkan ketika PKB dan PPP akhirnya memutuskan di putaran kedua mengusung Ahok-Djarot, hukuman terbesar kepada mereka bukan dari presiden yang meminta mereka dukung," ujar Eep dalam sebuah diskusi di Cikini, Sabtu (22/4/2017).
"Vonis terberat buat mereka adalah dari pemilih mereka sendiri," kata Eep.
Sebab, kata Eep, lebih dari 70 persen pendukung PKB dan PPP tidak memilih Ahok-Djarot seperti yang menjadi keputusan partai.
Baca: Pasca Pilkada, PPP Harap Seluruh Kader Kembali Bersatu
Eep mengatakan pendukung Partai Nasdem yang memilih Ahok dan Djarot pun tidak banyak. Padahal Partai Nasdem paling pertama mendeklarasikan dukungan untuk Ahok-Djarot. Satu-satunya partai yang dukungannya sesuai dengan keputusan partai adalah PDI-P.
"Sisanya yang lain pilihannya menumpuk di Anies-Sandi tanpa terkecuali," ujar Eep.
Eep mengatakan seharusnya ini menjadi alarm bahaya bagi para pengurus partai. Partai seharusnya membuat keputusan sesuai dengan aspirasi pemilih mereka.
Eep mengatakan partai tidak didiktekan untuk selembar kertas pengakuan dari pemerintah saja melainkan untuk masyarakat.
"Buat apa mendirikan partai kalau tidak mendengar pemilih mereka?" ujar Eep.
Baca: Hanura Anggap Isu Agama Batu Sandungan Utama Kekalahan Ahok
Menurut Eep, pemilih di Indonesia tidak lagi merasa terikat dengan partai secara permanen. Jika pilihan mereka berbeda dengan partai, maka warga tidak akan mendukung.
"Pilkada 2017 di Jakarta adalah momentum penting untuk semua partai agar mengubah diri," ujar Eep.