Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menangkal Iklan Kesehatan yang Menyesatkan

Kompas.com - 27/12/2017, 17:11 WIB

JAKARTA, Kompas.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI serius melakukan perlawanan terkait beredarnya hoaks iklan dan publikasi kesehatan yang menyesatkan dan merugikan masyarakat.

Keseriusan ini ditanggapi oleh Kemenkes dengan melakukan penandatanganan MoU Pengawasan Iklan dan Publikasi Bidang Kesehatan beberapa waktu lalu.

MoU ditandatangani oleh Sesjen Kemenkes, Untung Suseno dengan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan; Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kemendag, Syahrul Mamma; Sekretaris Utama BPOM, Reri Indriani; Ketua Lembaga Sensor Film, Ahmad Yani Basuki; Kepala Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia, Maruli Matondang; Ketua Presidium Dewan Periklanan Indonesia, Sancoyo Antarikso; dan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.

Iklan memiliki daya persuasi dan pengaruh kuat terhadap persepsi dan perilaku, apalagi intensitas paparan yang sangat tinggi. Sesjen Kemenkes, Untung Suseno mengatakan iklan dan publikasi kesehatan yang menyesatkan adalah hoaks, karena memberikan informasi keliru, dan berita bohong.

“Oleh karenanya iklan kesehatan sebagaimana hoaks kesehatan lain harus diawasi, ditindak, diperangi dan tidak boleh dibiarkan,” kata dr. Untung, pada Penandatanganan MoU, Selasa (19/12/2017) lalu di gedung Kemenkes, Jakarta.

Mendukung rencana Kemenkes tersebut, pengajar Jurusan Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UI, Nina Armando menyatakan pentingnya edukasi kepada mayarakat terhadap iklan-iklan kesehatan yang hoaks dan menyesatkan tersebut.

“Bagus sekali kalau Kementerian Kesehatan turun tangan untuk masalah ini, karena isu tentang kesehatan kan menjadi kepedulian semua orang. Pesan-pesan persuasi yang disampaikan melalui iklan itu harus diperhatikan, karena banyak yang tidak tepat,” ujar Nina.

Ia menambahkan, publik juga perlu mendapat edukasi tentang literasi media. Sehingga, ada proses konfirmasi apakah informasi tersebut benar atau tidak.

Nina melanjutkan, sejauh ini persoalan iklan diatur melalui Etika Pariwara Indonesia (EPI) yang dikeluarkan oleh Persatuan Perusahaan Iklan Indonesia (P3I).

Sayangnya, tidak semua pengiklan adalah anggota P3I sehingga merasa tidak perlu mematuhi aturan tersebut. Selain itu, EPI pun hanya memiliki sanksi sosial dan moral, tidak ada aspek hukum.

Selain iklan produk kesehatan, hal lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah iklan produk pangan. Hal ini mengingat iklan produk pangan, terutama untuk anak kerap mengandung klaim yang berlebih.

Nina menyebut iklan susu kental manis salah satunya. Selama ini, iklan susu kental digambarkan sebagai susu yang bergizi untuk kesehatan keluarga. “Padahal, konsumen seharusnya melihat kandungan produk pada label, jangan hanya terpengaruh iklan,” ujar Nina.

Iklan lain yang menjadi perhatian nina adalah produk  pelancar buang air besar diiklankan dapat melangsingkan tubuh. “Iklan-iklan seperti ini kan klaim nya tidak sesuai dan dapat meyesatkan,” pungkas Nina.

Kemunculan media baru seperti media sosial turut membawa perubahan luar biasa dalam dunia iklan. Jika sebelumnya pembuat iklan harus melalui agency untuk penempatannya, sekarang setiap orang dapat beriklan melalui media sosial.

Lagi-lagi, mantan anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) ini menyoroti lemahnya aturan. “Masalahnya orang-orang ini tidak tahu etika pariwaranya, yang penting mereka bisa mempengaruhi orang, mempersuasi orang tapi dengan data-data yang menyesatkan atau malah bohong (hoaks) atau over klaim, itu karena mereka tidak punya landasan etika yang cukup,” jelas Nina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Prabowo-Gibran Belum Dilantik, Pedagang Pigura: Belum Berani Jual, Presidennya Masih Jokowi

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Sendiri Pakai Senpi

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

2 Pria Rampok Taksi Online di Jakbar, Leher Sopir Dijerat dan Ditusuk

Megapolitan
Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Polisi Periksa Kejiwaan Orangtua yang Buang Bayi ke KBB Tanah Abang

Megapolitan
Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Golkar Buka Peluang Lanjutkan Koalisi Indonesia Maju pada Pilkada DKI 2024

Megapolitan
Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Di Tanah Tinggi Hampir Mustahil Menyuruh Anak Tidur Pukul 10 Malam untuk Cegah Tawuran

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com