JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mempertanyakan bagaimana Pemprov DKI Jakarta menyediakan lahan untuk program rumah DP 0 rupiah.
Meski program itu dipastikan bukan berbentuk rumah tapak, namun tetap saja jumlahnya cukup banyak, kurang lebih 50.000 unit yang harus dibangun setahun.
Dalam rapat bersama Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD yang membahas Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022, Sekretaris Daerah Saefullah mengatakan, pengadaan lahan rencananya akan dibantu dengan kompensasi koefisien lantai bangunan (KLB) dari proyek swasta.
"Kerja keras dari timnya Pak Gamal (Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup), kewajibanan KLB itu ganti tanah, nanti kita inbrengkan ke siapa gitu. Sesuai prosedurnya," kata Saefullah dalam rapat tersebut, Senin (9/4/2018).
Baca juga : DPRD Minta Pemprov DKI Lebih Jelas soal Program Rumah DP 0 Rupiah
Saefullah memperkirakan, ada 20 hektar tanah yang bisa didapatkan DKI dengan mengonversikan kompensasi KLB yang belum dilunasi pengembang. Tanah ini bisa diinbrengkan atau diserahkan Pemprov DKI ke BUMD yang membangun rumah DP 0 rupiah.
"Kalau kepala daerah cepat terima ini, di tangan udah 20 hektar dari kewajiban, bisa kita tunjuk di daerah pinggiran. Terpaksa di pinggiran, karena nilainya. Bisa di Jakarta Barat, Selatan, Timur, sampai Utara, pinggiran," ujar Saefullah.
Baca juga : Sandiaga Sebut Pembentukan BLUD untuk Rumah DP 0 Rupiah Ditunda
Adapun BUMD yang ditunjuk untuk menggarap lahan DKI yakni PD Pasar Jaya, PD Sarana Jaya, dan PT Jakarta Propertindo.
Sebelumnya, kompensasi KLB atau kompensasi yang dibayarkan karena menambah lantai bangunan ini sempat menuai kontroversi semasa pemerintahan mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Saat itu, Ahok menggunakannya untuk membangun infrastruktur publik seperti sejumlah rusun dan Simpang Susun Semanggi.