JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam beberapa hari terakhir ini, permasalahan tentang sampah dan dana kemitraan atau hibah menjadi perseteruan yang panas antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dan Pemerinta Kota (Pemkot) Bekasi.
Pemkot Bekasi telah mengajukan proposal dana kemitraan sebesar Rp 2,09 triliun kepada Pemprov DKI yang akan digunakan untuk berbagai kegiatan infrastruktur. Namun proposal masuk terlambat. Akibatnya, proposal yang diajukan itu tidak bisa dimasukan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2019.
Masalah macetnya dana kemitraan berimbas pada operasional truk sampah DKI Jakarta yang setiap hari menuju TPST Bantargebang di Kota Bekasi. TPST Bantargebang milik DKI Jakarta.
Pemkot Bekasi lalu berniat untuk mengevaluasi perjanjian kerja sama (PKS) soal jam operasional truk sampah. Sebab, Dinas Perhubungan Kota Bekasi menemukan truk sampah DKI beroperasi tak sesuai aturan.
Masalah dana kemitraan itu kemudian meluas ke mana-mana. Wali Kota Rahmat Effendi mengatakan, sulit sekali berkomunikasi dengan Pemprov DKI di bawah kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
"Sulit, sulit, sulit, tidak ada komunikasi sama sekali. Sekarang kan seolah-olah tidak ada PKS dan seolah-olah kami tidak bermitra. Bahkan, kami ingin bertemu (Pemprov DKI) saja tidak ada kejelasan," kata Rahmat Effendi alias Pepen di Perumahan Bumi Satria Kencana, Bekasi Selatan, Rabu (17/10/2018) lalu.
Baca juga: Sambangi Balai Kota DKI, Wali Kota Bekasi Masuk ke Ruang Gubernur DKI
Anies sendiri gerah karena perseteruan itu jadi ramai diberitakan media. Dia kemudian menyebut Pemkot Bekasi menggunakan isu sampah untuk mendapatkan dana kemitraan dari DKI Jakarta. Padahal dana kemitraan itu tidak berkaitan dengan TPST Bantargebang.
"Ini bukan masalah persampahan. Ini masalah APBD Kota Bekasi yang sebagian tanggung jawabnya dilimpahkan ke Pemprov DKI Jakarta, tetapi cara menyampaikannya menggunakan isu sampah," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, hari Minggu lalu.
Anies juga menyayangkan persoalan yang diramaikan bukan mengenai dana kompensasi bau sampah yang menjadi kewajiban Pemprov DKI, tetapi soal bantuan keuangan yang sifatnya kemitraan atau hibah. Dia lalu menyindir bahwa Kota Bekasi bukan bagian dari Provinsi DKI Jakarta.
"Sudah begitu, diramaikan bukan yang menjadi kewajiban kita pula. Dan harus diingat, Bekasi itu masuk provinsi mana coba? Jawa Barat. Kalau mau minta, ke pemprov mana harusnya dimintai? Kok mintanya ke Jakarta," kata Anies.
Baca juga: Anies: Bekasi Masuk Provinsi Jawa Barat, Kok Minta Dananya ke Jakarta
Pepen menanggapi itu dengan menyebut Anies tidak paham sejarah kemitraan antara Pemkot Bekasi dan Pemprov DKI yang sudah terjalin sejak lama.
"Pak Anies tidak tahu sejarahnya, Pak Anies harus tanya ke Pak Sekda, Pak Anies harus tanya ke kepala-kepala daerah di sekitar itu. Bagaimana yang tadinya dianggap sebagai daerah penyangga, jadi daerah mitra. Kenapa? Kan pemimpin harus tahu history. Memang Kota Bekasi itu administrasinya ke Jawa Barat," kata Pepen.
Baca juga: Wali Kota Bekasi: Pak Anies Tidak Tahu Sejarah
Perseteruan usai
Aksi saling jawab itu tidak berlangsung lama. Setelah menyebut Anies tidak tahu sejarah, Pepen dan jajarannya memenuhi undangan Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Senin kemarin. Ini pertama kalinya dua kepala daerah yang baru terpilih itu bertemu.
Usai berbincang selama lebih kurang 1 jam, Anies dan Pepen keluar bersama-sama untuk memberi keterangan pers. Keduanya berdiri berdampingan dan menceritakan pertemuan mereka.