JAKARTA, KOMPAS.com - Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan 64 hakim Mahkamah Agung (MA) terkait turnamen tenis yang digelar Persatuan Tenis Warga Pengadilan (PTWP) MA pada Senin (17/9/2018) lalu telah naik tahap penyidikan.
"Ya, sudah naik (tahap) sidik," ujar Argo ketika dihubungi, Rabu (21/11/2018).
Adapun laporan ini dibuat setelah Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi menanggapi digelarnya turnamen tersebut yang kemudian dimuat di Harian Kompas pada 12 September 2018.
Baca juga: Jubir Dilaporkan ke Polisi, Pengacara Sebut Ada Upaya Kriminalisasi terhadap KY
Argo mengatakan, penyidik telah melayangkan surat panggilan kepada Farid untuk hadir menjalani pemeriksaan pada hari ini, Rabu (21/11/2018).
"Ya dijadwalkan (akan diperiksa) hari ini. Namun saya belum mendapatkan informasi apakah yang bersangkutan hadir atau tidak," lanjut Argo.
Saat membuat laporan polisi, Juru Bicara MA Suhadi mengatakan, turnamen tenis yang digelar di Denpasar, Bali tersebut diselenggarakan dengan biaya dari PTWP tingkat pusat yang melalui pengumpulan iuran masing-masing anggota tiap bulannya.
Dalam keterangannya, Suhadi menyebutkan nama Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi sebagai pihak terlapor. Ia menyebut Farid telah menuduh MA melakukan pungli melalui keterangannya di Harian Kompas.
Baca juga: KY Ungkap Dua Alasan Maraknya Pelanggaran Hakim
Namun dalam laporan polisi nomor LP/4965/IX/2018/PMJ/Dit.Reskrimum terkait kasus ini, tertulis terlapor masih dalam status lidik.
Adapun pemberitaan terkait kasus ini diterbitkan Harian Kompas dengan judul "Hakim di Daerah Keluhkan Iuran".
Dalam berita tersebut, Farid tak mengatakan PTWP MA telah melakukan pungutan tak wajar. Ia hanya menyebut pihaknya menerima pengaduan sejumlah pihak terkait adanya pungutan tersebut dan tengah melakukan penyelidikan.
Baca juga: Ketua KY Ingatkan Hakim Jangan Main-main dengan Korupsi
Berikut isi keterangan Farid dalam penggalan berita di Harian Kompas seperti dikutip Kompas.com.
Komisi Yudisial menerima keluhan dari sejumlah hakim di daerah, yang merasa terbebani dengan adanya iuran untuk membiayai kejuaraan nasional tenis beregu memperebutkan Piala Ketua Mahkamah Agung. Tahun ini, kejuaraan tiga tahunan tersebut digelar di Provinsi Bali pada 10-15 September 2018.
Iuran itu bukan satu-satunya yang membebani hakim di daerah. Hakim di daerah juga harus mencari uang, antara lain dari iuran pegawai, untuk menyelenggarakan turnamen tenis guna merayakan purnabakti seorang ketua pengadilan tinggi, atau untuk menerima kunjungan pimpinan MA ke daerahnya.
Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi, saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (11/9/2019), mengatakan, KY sedang menginvestigasi berbagai laporan yang bisa mengganggu akuntabilitas dan kredibilitas lembaga peradilan tersebut.
Jika benar terjadi, kata Farid, iuran atau pengumpulan uang untuk keperluan di luar tugas pokok dan yang tidak berkaitan langsung dengan profesionalisme hakim ini harus dihentikan. Iuran itu bakal memicu praktik korupsi di lembaga pengadilan lantaran hakim atau unit pengadilan merasa harus menyediakan sejumlah uang untuk memenuhi kebutuhan di luar dinas.
”Catatan KY, sudah ada 19 hakim yang ditangkap oleh KPK. Artinya, masih ada korupsi di lembaga peradilan. Pimpinan MA harus benar-benar memberikan contoh baik,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.