DEPOK, KOMPAS.com - Sebanyak delapan korban kecelakaan bus terguling yang membawa rombongan kader posyandu Bojong Pondok Terong, Cipayung, Kota Depok, masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RS UI).
Bus tersebut mengalami kecelakaan tunggal di Turunan Palasari, Subang, Jawa Barat, pada Sabtu (18/1/2020).
Humas RS UI Kinanti mengatakan, dua pasien dari delapan korban yang masih dirawat akan menjalani operasi dalam waktu dekat.
"Ada dua pasien yang direncanakan tindakan operasi," ujar Kinanti pada TribunJakarta.com, Senin (27/1/2020).
Baca juga: Pulang Tamasya, 8 Nyawa Kader Posyandu Melayang di Tanjakan Emen
Kinan berujar, awalnya pihaknya menerima 33 pasien. Satu pasien langsung diperbolehkan pulang lantaran hanya mengalami luka ringan.
Sementara itu, dua pasien lainnya dirujuk ke Rumah Sakit yang lainnya, dan 22 pasien lainnya sudah diperbolehkan pulang setelah menjalani perawatan medis selama beberapa hari di RS UI.
Akibat kecelakaan hebat tersebut sembilan orang warga Depok meninggal dunia.
Berdasarkan hasil olah TKP dengan metode Traffic Accident Analysis (TAA) diketahui penyebab kecelakaan karena sistem pengereman tidak berfungsi.
Dirlantas Polda Jabar Kombes Eddy Djunaedi mengatakan, sistem pengeraman yang tidak berfungsi disebabkan adanya modifikasi yang tidak sesuai dengan spesifikasi.
Pengereman yang tidak sesuai spesifikasi, kata dia, diketahui setelah mendatangkan tim dari APM (Agen Pemegang Merek) Mercedes Benz.
Eddy menjelaskan, modifikasi sistem pengereman yang tidak sesuai dengan pabrikan Mercedes Benz berpengaruh besar terjadinya kecelakaan.
"Komponen tersebut seharusnya terbuat dari pipa besi, namun dimodifikasi menggunakan selang karet dan tidak dilengkapi dengan alat pengunci katup. Sebagai ganti pengunci katup diikat karet dari ban dalam," tuturnya.
Dia menambahkan, olah TKP menggunakan metode TAA bertujuan untuk mengetahui penyebab sebenarnya kecelakaan itu terjadi.
"TAA kita tentukan dari awal keadaan disitu pada saat kejadian dan pada akhir. Selanjutnya kita tentukan kecepatan bus dari sebelum kejadian sampai pada saat kejadian," kata Eddy.
Selain itu, hasil dari metode TAA diketahui bus bergerak dengan kecepatan awal 80 kilometer per jam, kemudian pada saat akhir diketahui kecepatan mencapai 51,50/ km per jam.
Hal tersebut, Eddy menyimpulkan bus melaju kencang, sehingga sopir tak sempat mengerem.
"Tidak ditemukannya jejak pengereman di TKP sepanjang 150 meter yang kita lakukan olah TKP kemarin. Hanya kita temukan bekas split ban," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul "8 Korban Kecelakaan Bus Subang Masih Jalani Perawatan di RS Universitas Indonesia."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.