Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terkait BLT Pekerja, Pemerintah Didesak Tak Diskriminasi Pegawai Magang dan Kontrak

Kompas.com - 12/08/2020, 17:21 WIB
Vitorio Mantalean,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat, mendesak pemerintah tidak diskriminatif dalam mengucurkan dana bantuan langsung tunai (BLT) untuk pekerja dengan upah di bawah Rp 5 juta.

Ia mengatakan, pemerintah mesti membuka mata terhadap keberadaan para pegawai berstatus "magang" yang rentan menjadi korban.

Tak jarang pegawai berstatus magang justru dieksploitasi perusahaan dengan tidak diberikan hak yang setimpal dengan bobot pekerjaan.

"Selain harus memberikan jaminan kepastian hubungan kerja dan hak normatif, maka terhadap tenaga kerja magang tersebut juga berhak atas BLT dimaksud," kata Mirah via keterangan tertulis kepada Kompas.com, Rabu (12/8/2020).

Baca juga: Buruh Minta Bantuan Pekerja Bergaji di Bawah Rp 5 Juta Segera Diwujudkan

"Tenaga magang banyak dipakai di perusahaan dan tidak terlindungi hak-hak kesejahteraannya," ujar dia.

Pemerintah berencana untuk menyalurkan dana bantuan Rp 2,4 juta per orang kepada para pekerja dengan upah di bawah Rp 5 juta di saat pandemi ini. Pencairan akan dilakukan secara bertahap, yakni 4 kali pencairan dengan besaran Rp 600.000 per bulan.

Mirah menambahkan, masalah diskriminasi perlakuan terhadap pegawai yang tidak berstatus "tetap" bukan hanya ditemui di perusahaan swasta.

Ia meminta agar pemerintah mengawasi dan memastikan bahwa para pekerja nontetap di sektor BUMN juga terhindar dari diskriminasi serupa.

"Jangan ada diskriminasi untuk pekerja di BUMN. Seharusnya pekerja BUMN juga punya hak yang sama untuk bisa mendapatkan BLT ini," kata dia.

"Di lingkungan BUMN, termasuk di banyak anak perusahaan dan cucu perusahaan BUMN, masih banyak yang mempekerjakan pekerja kontrak dan outsourcing. Upah pekerjanya diduga hanya sebatas upah minimum atau di bawah Rp 5 juta," kata Mirah.

Ia menyodorkan solusi agar pemerintah bisa menghindari beberapa jenis diskriminasi tadi. Mirah berharap, pemerintah jangan hanya mengacu pada data pekerja yang telah didaftarkan pada program BPJS Ketenagakerjaan.

Baca juga: Jokowi Sebut BLT Pekerja Sebesar Rp 600.000 Cair dalam Dua Pekan

"Karena masih banyak perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan. Atau modusnya, manajemen hanya mendaftarkan sebagian pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan atau tidak melaporkan gaji pekerja sesuai kenyataan," ujar dia.

Ia menyarankan, agar pekerja yang terdata betul-betul akurat serta menyeluruh, pemerintah perlu melibatkan serikat pekerja, baik di tingkat perusahaan, maupun di tingkat federasi/konfederasi, untuk melakukan pendataan pekerja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Megapolitan
Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Megapolitan
Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Megapolitan
Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Megapolitan
Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Megapolitan
KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

KAI Commuter: Perjalanan Commuter Line Rangkasbitung-Tanah Abang Picu Pertumbuhan Ekonomi Lokal

Megapolitan
Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Tiga Jenazah ABK Kapal yang Terbakar di Muara Baru Telah Dijemput Keluarga

Megapolitan
Gangguan Jiwa Berat, Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Sempat Dirawat di RSJ

Gangguan Jiwa Berat, Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Sempat Dirawat di RSJ

Megapolitan
Jika Profesinya Dihilangkan, Jukir Liar Minimarket: Rawan Maling Motor dan Copet!

Jika Profesinya Dihilangkan, Jukir Liar Minimarket: Rawan Maling Motor dan Copet!

Megapolitan
Polisi: Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Alami Gangguan Kejiwaan Berat

Polisi: Ibu yang Bunuh Anak Kandung di Bekasi Alami Gangguan Kejiwaan Berat

Megapolitan
Imbas Tanah Longsor, Warga New Anggrek 2 GDC Depok Khawatir Harga Rumah Anjlok

Imbas Tanah Longsor, Warga New Anggrek 2 GDC Depok Khawatir Harga Rumah Anjlok

Megapolitan
Kisah Iyan, Korban Banjir Cipayung yang Terpaksa Mengungsi ke Rumah Mertua 2 Bulan Lamanya...

Kisah Iyan, Korban Banjir Cipayung yang Terpaksa Mengungsi ke Rumah Mertua 2 Bulan Lamanya...

Megapolitan
Maling Motor 'Ngadu' ke Ibunya Lewat 'Video Call' Saat Tertangkap Warga: Mak, Tolongin...

Maling Motor 'Ngadu' ke Ibunya Lewat 'Video Call' Saat Tertangkap Warga: Mak, Tolongin...

Megapolitan
Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Sediakan Alat Pijat dan 'Treadmill' untuk Calon Jemaah Haji

Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Sediakan Alat Pijat dan "Treadmill" untuk Calon Jemaah Haji

Megapolitan
Penampakan Rumah TKP Penusukan Seorang Ibu oleh Remaja Mabuk di Bogor, Sepi dan Tak Ada Garis Polisi

Penampakan Rumah TKP Penusukan Seorang Ibu oleh Remaja Mabuk di Bogor, Sepi dan Tak Ada Garis Polisi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com