Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengingat Gelora Rapat Ikada Lewat Patung di Monas

Kompas.com - 17/08/2021, 05:35 WIB
Wahyu Adityo Prodjo,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Gegap gempita terasa di Lapangan Ikada Jakarta pada 19 September 1945, hampir 1,5 bulan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.

"Merdeka, Merdeka...” teriakan dari sekitar 300.000 orang pada saat itu.

Lapangan Ikada saat itu menjadi saksi lautan manusia yang bertekat mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Moeffreni Moe'min, Komandan Badan Keamanan Rakyat (BKR) selaku pendamping Soekarno dalam buku "Perjuangan Mempertahankan Jakarta Masa Awal Proklamasi: Kesaksian Para Pelaku Sejarah" berkisah masyarakat berbondong-bondong datang ke Lapangan Ikada sekitar pukul 10.00 WIB.

Baca juga: Mengenal Makna dan Keunikan 5 Patung di Area Monas

Masyarakat bergelora menyambut Presiden Soekarno ketika naik ke tribun.

Mereka yang berkumpul di Lapangan Ikada memiliki satu tekad bulat, yaitu mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang baru berumur satu bulan.

Mantan Wakil Presiden Indonesia, Adam Malik, dikutip dari Harian Kompas, 21 September 1979, menganggap rapat raksasa itu sebagai genderang perang melawan tentara Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan.

Hal itu bukan tanpa alasan. Rapat tersebut mampu membakar semangat rakyat Indonesia, sehingga perang melawan Belanda pun tak terhindarkan di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Peristiwa 10 November di Surabaya.

Dikutip dari Harian Kompas, 20 September 1996, pada hari itu, Lapangan Ikada bak lautan manusia, dengan balutan warna-warni merah putih. Sebanyak 300.000 orang berkumpul di lapangan itu. Sebagai perbandingan, jumlah penduduk Jakarta waktu sekitar 400.000 jiwa.

Baca juga: Patung Jenderal Sudirman, Dibangun Pakai Uang Urunan hingga Kontroversi Tangan Menghormat

Rapat tersebut diinisiasi oleh para pemuda yang cemas dan khawatir ketika tentara Sekutu akan membentuk markas besar di Jakarta. Tak hanya itu, para pemuda ini juga marah ketika mengetahui kapal berbendera Sekutu akan berlabuh di Tanjung Priok.

Soebagijo Ilham Notodidjojjo dalam Harian Kompas, 17 September 1976, menyebutkan, tak ada perubahan yang terjadi setelah sebulan sejak Proklamasi Kemerdekaan RI.

Meski kabinet telah dibentuk dan tak ada lagi lagu Kimigayo setiap pagi, tetapi perubahan lainnya belum terasa.

Berkumpulnya ratusan ribu orang itu berkat kabar yang beredar dari mulut ke mulut. Awalnya, rapat direncanakan pada 17 September 1945, tepat satu bulan setelah kemerdekaan.

Akan tetapi, karena adanya ancaman dari tentara Jepang dan Sekutu, rapat raksasa di Lapangan Ikada pun akhirnya diundur menjadi 19 September 1945.

Meski larangan mengadakan rapat raksasa telah dikeluarkan oleh tentara Jepang, namun rakyat tetap membanjiri Lapangan Ikada dengan penuh semangat.

Bung Karno saat menghadiri rapat raksasa menyambut Proklamasi Kemerdekaan R.I di Lapangan Ikada Jakarta (Lapangan Monas), 19 September 1945 Arsip Kompas Bung Karno saat menghadiri rapat raksasa menyambut Proklamasi Kemerdekaan R.I di Lapangan Ikada Jakarta (Lapangan Monas), 19 September 1945

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panca Darmansyah Didakwa Pembunuhan Berencana Terhadap 4 Anak Kandungnya

Panca Darmansyah Didakwa Pembunuhan Berencana Terhadap 4 Anak Kandungnya

Megapolitan
Pencuri Pembatas Jalan di Rawa Badak Terancam Dipenjara 5 Tahun

Pencuri Pembatas Jalan di Rawa Badak Terancam Dipenjara 5 Tahun

Megapolitan
'Lebih Baik KPR daripada Gaji Dipotong untuk Tapera, Enggak Budget Wise'

"Lebih Baik KPR daripada Gaji Dipotong untuk Tapera, Enggak Budget Wise"

Megapolitan
Gaji Bakal Dipotong buat Tapera, Karyawan yang Sudah Punya Rumah Bersuara

Gaji Bakal Dipotong buat Tapera, Karyawan yang Sudah Punya Rumah Bersuara

Megapolitan
Panca Pembunuh 4 Anak Kandung Hadiri Sidang Perdana, Pakai Sandal Jepit dan Diam Seribu Bahasa

Panca Pembunuh 4 Anak Kandung Hadiri Sidang Perdana, Pakai Sandal Jepit dan Diam Seribu Bahasa

Megapolitan
Keberatan Soal Iuran Tapera, Pegawai: Pusing, Gaji Saya Sudah Kebanyakan Potongan

Keberatan Soal Iuran Tapera, Pegawai: Pusing, Gaji Saya Sudah Kebanyakan Potongan

Megapolitan
Nestapa Pekerja soal Iuran Tapera : Gaji Ngepas, Pencairan Sulit

Nestapa Pekerja soal Iuran Tapera : Gaji Ngepas, Pencairan Sulit

Megapolitan
Satu Tahun Dagang Sabu, Pria di Koja Terancam 20 Tahun Penjara

Satu Tahun Dagang Sabu, Pria di Koja Terancam 20 Tahun Penjara

Megapolitan
Bingung dengan Potongan Gaji untuk Tapera, Pegawai Swasta: Yang Punya Rumah Kena Juga, Enggak?

Bingung dengan Potongan Gaji untuk Tapera, Pegawai Swasta: Yang Punya Rumah Kena Juga, Enggak?

Megapolitan
Ulah Keblinger Pria di Koja, Curi Besi Pembatas Jalan untuk Nafkahi Keluarga Berujung Ditangkap Polisi dan Warga

Ulah Keblinger Pria di Koja, Curi Besi Pembatas Jalan untuk Nafkahi Keluarga Berujung Ditangkap Polisi dan Warga

Megapolitan
Kata Karyawan Swasta, Tapera Terasa Membebani yang Bergaji Pas-pasan

Kata Karyawan Swasta, Tapera Terasa Membebani yang Bergaji Pas-pasan

Megapolitan
Soal Wacana Rusun Baru untuk Eks Warga Kampung Bayam, Pemprov DKI: 'Don't Worry'

Soal Wacana Rusun Baru untuk Eks Warga Kampung Bayam, Pemprov DKI: "Don't Worry"

Megapolitan
DPC Gerindra Serahkan 7 Nama Bakal Calon Wali Kota Bogor ke DPD

DPC Gerindra Serahkan 7 Nama Bakal Calon Wali Kota Bogor ke DPD

Megapolitan
Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara

Gaji Dipotong untuk Tapera, Pegawai Swasta: Curiga Uangnya Dipakai Lagi oleh Negara

Megapolitan
Fakta-fakta Penemuan Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren: Korban Sempat Pamit Beli Kopi dan Ponselnya Hilang

Fakta-fakta Penemuan Mayat Dalam Toren Air di Pondok Aren: Korban Sempat Pamit Beli Kopi dan Ponselnya Hilang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com