Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Dua Korban Mafia Tanah, Empat Tahun Menanti Kasusnya Terungkap, Berharap Aset Kembali

Kompas.com - 30/11/2021, 06:28 WIB
Tria Sutrisna,
Jessi Carina

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua orang wanita mengaku korban mafia tanah menyambangi Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Senin (29/11/2021) sore. Keduanya hendak menanyakan perkembangan kasus yang merugikan mereka puluhan miliar pada 2017 silam.

Salah satu korban, Sri Budiastuti (64) mengungkapkan, dia dan korban lain, yakni Dwi Latar menjadi korban mafia tanah saat hendak menjualnya asetnya pada 2017. Laporan itu teregistrasi dengan nomor LP/3267/VII/PMJ/Ditreskrimum tertanggal 13 Juli 2017.

Namun, keduanya merasa bahwa sampai saat ini laporan tersebut tak kunjung diselidiki kepolisian.

"Kasus saya dari tahun 2017 sampai sekarang belum selesai. Masih kayak gini saja, progresnya lambat banget. Padahal saya mulai lapor Juli 2017," ujar Sri di depan Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Senin (29/11/2021).

Baca juga: Tersangka Kasus Mafia Tanah Nirina Zubir Merasa Dijebak, Kuasa Hukum: Namanya Dipakai Jual Beli

Sri mengaku bahwa dia dan Dwi, belum pernah mendapat informasi perkembangan hasil penyelidikan, maupun nasib aset senilai Rp 38 miliar yang diambil alih pelaku.

"Kebetulan kasus saya dan Ibu Dwi terlapornya sama, kalau sekarang kasusnya disebutnya mafia tanah. Nah saya ini kena pas awal-awal (2017)," ungkap Dwi.

Sri bercerita, kasus itu berawal ketika dia hendak menjual tanah miliknya yang berlokasi di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan. Sementara tanah Dwi berada di Prapanca, Jakarta.

Saat itu, terdapat pembeli yang ingin membeli tanah Sri dan Dwi dengan sistem kredit. Keduanya pun tertarik dengan tawaran tersebut.

Sri dan Dwi lalu diminta menitipkan sertifikat tanah miliknya dan menandatangani sebuah dokumen oleh notaris yang membantu proses jual beli.

"Awalnya bilangnya kayak surat perjanjian dia kasih DP ke saya, saya taruh sertifikat katanya aman. Nanti sampai pada saat KPR bank, uang saya dilunasi," kata Sri.

Baca juga: Polisi Tunggu Hasil Analisa Sampel Bangunan SMA 96 Jakarta yang Roboh

"Saya sih percaya disuruh titipkan sertifikat. Katanya masalah PPB, pokoknya yang untuk masalah-masalah itu di notaris," sambungnya.

Setelah enam bulan, Sri dan Dwi tak kunjung mendapat uang pembayaran yang dijanjikan oleh pembeli dan notaris. Keduanya justru mendapat informasi bahwa sertifikat tanah telah dibalik nama oleh sang notaris.

"Surat-surat tanah setelah saya taruh di notaris beberapa bulan kemudian sudah dibalik nama tanpa sepengetahuan saya loh ya," kata Sri.

"Saya baru tahu setelah beberapa bulan kemudian. Padahal kami enggak pernah tandatangan surat kuasa jual. Sudah bilang ke penyidik itu palsu," sahut Dwi.

Akibat peristiwa itu, Dwi kehilangan aset tanahnya senilai Rp 25 miliar. Sedangkan Sri mengalami kerugian Rp 13 miliar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Curi Uang Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Curi Uang Korban

Megapolitan
Ketua RW Nonaktif di Kalideres Bantah Gelapkan Dana Kebersihan Warga, Klaim Dibela DPRD

Ketua RW Nonaktif di Kalideres Bantah Gelapkan Dana Kebersihan Warga, Klaim Dibela DPRD

Megapolitan
Menjelang Pendaftaran Cagub Independen, Tim Dharma Pongrekun Konsultasi ke KPU DKI

Menjelang Pendaftaran Cagub Independen, Tim Dharma Pongrekun Konsultasi ke KPU DKI

Megapolitan
DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

Megapolitan
Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Megapolitan
Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Megapolitan
Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Megapolitan
Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Megapolitan
Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Megapolitan
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Megapolitan
Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Megapolitan
DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

8 Pasien DBD Masih Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com