DEPOK, KOMPAS.com - Rapat paripurna tentang pembahasan laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah Kota Depok yang berlangsung di Gedung DPRD Kota Depok diwarnai kegaduhan pada Kamis (28/4/2022).
Kegaduhan itu muncul saat memasuki pembahasan soal Kartu Depok Sejahtera (KDS).
Insiden tersebut didokumentasikan dan videonya beredar di akun Instagram @depok24jam.
Keterangan video dalam unggahan tersebut menyebutkan, kegaduhan terjadi karena pimpinan sidang tidak bisa mengambil keputusan terkait permintaan atau usulan anggota Dewan mengenai pembahasan KDS.
"Jangan main-main, ini pemerintahan, di samping Anda (ada) Wakil Wali Kota, enggak sopan Anda, belajar berpolitik dengan baik. Saya jelek-jelek gini ketua partai, Anda Ketua DPRD yang tunjuk partai. Saya keluar," ujar salah seorang di dalam video sambil marah-marah.
Baca juga: Jalan Tol Layang MBZ Ditutup Sementara, Arus Kendaraan Diarahkan ke Tol Jakarta-Cikampek Jalur Bawah
View this post on Instagram
Orang tersebut yakni anggota DPRD Kota Depok Edi Sitorus. Dia menyatakan bahwa peristiwa yang terekam dalam video yang beredar bukan kericuhan.
"Bukan insiden (kericuhan), jadi teman-teman media juga harus memahami ini adalah salah satu argumentasi-argumentasi yang memang menjadi kewajiban anggota DPRD," kata Edi saat dikonfirmasi, Kamis.
Dalam persidangan, kata Edi, anggota Dewan meminta pimpinan sidang menambahkan agenda terkait persoalan KDS yang dinilai tidak transparan.
Namun, pimpinan sidang tak mengindahkan permintaan tersebut.
"Pada saat membacakan agenda rapat (LKPJ), sebelum diputuskan, bahwa anggota DPRD ingin ada tambahan agenda yang sebetulnya sudah menjadi hasil pembahasan yang ditemukan Komisi D terhadap persoalan KDS," tutur Edi.
Baca juga: Cerita Mereka yang Bermacet-macetan di Tol demi Mudik ke Kampung Halaman...
"Tujuan kami sebenarnya memperbaiki teknis pelaksanaannya, tetapi usulan komisi D ini disampaikan pimpinan tidak pernah dibicarakan di dalam rapat bamus untuk diagendakan," kata Edi.
Lebih lanjut, Ketua DPC Partai Demokrat Kota Depok itu mengatakan, tidak adanya transparansi data KDS terlihat dari penunjukan koordinator pelaksanaan KDS sampai peserta penerima KDS yang dinilai tidak merata.
"Jadi tidak transparan. Siapa yang direkrut, siapa yang tidak. Itu kan misalnya ada di sekitar kita yang sudah mendapatkan KDS, ada juga belum mendapatkan karena ada persyaratan-persyaratan yang menghalangi dia (penerima KDS)," kata Edi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.