JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi PDI-P DPRD DKI Jakarta meminta perumusan nilai upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta tahun 2023 betul-betul dimatangkan melalui forum komunikasi tripartit.
Untuk diketahui, Dewan Pengupahan DKI Jakarta mulai menggelar sidang pengupahan perdana pada Selasa (15/11/2022).
Ketua Fraksi PDI-P DPRD DKI Gembong Warsono berujar, forum tripartit digelar agar unsur buruh, pengusaha, dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI memiliki kesepahaman yang ada soal kenaikan nilai UMP DKI 2023.
"Mesti duduk bareng, dibangunnya tripartit itu untuk membangun kesepahaman terhadap kenaikan itu," ujar Gembong melalui sambungan telepon, Rabu (16/11/2022).
Anggota Komisi A DPRD DKI itu menegaskan, penentuan UMP DKI 2023 harus mengikuti keputusan perundang-undangan yang ada.
Saat tak menemui titik temu, kata Gembong, bisa jadi ada salah satu pihak yang menentukan nilai UMP DKI 2023.
Hal ini, menurut dia, dapat berujung kepada aksi saling menggugat di pengadilan.
Baca juga: Pemprov DKI Diminta Terima Kekalahan Banding atas Gugatan UMP 2022
"Faktor kenaikan sudah ada ketentuannya, jadi ikuti ketentuan itu, dirumuskan bersama, duduk bersama-sama, diputuskan bersama-sama," tuturnya.
"Ketika tidak ada titik temu, maka akan ada keputusan sepihak, saat ada keputusan sepihak maka gugat-menggugat," sambung dia.
Gembong tak menginginkan aksi saling menggugat soal besaran UMP DKI seperti yang terjadi pada 2022 kembali terulang pada 2023.
"Jadi, harapan kami dari kejadian-kejadian yang terjadi di 2022 itu tidak boleh terjadi (kembali) di 2023," kata dia.
Aksi saling menggugat yang dimaksud adalah soal keputusan eks Gubernur DKI Anies Baswedan atas UMP DKI 2022 yang kemudian digugat Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI.
Anies saat masih menjabat gubernur menerbitkan Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1395 Tahun 2021.
Isinya, UMP DKI 2022 hanya naik 0,85 persen atau sebesar Rp 37.749 menjadi Rp 4.453.935.
Massa buruh kemudian menolak kenaikan UMP tersebut dan mendesak Anies mencabut keputusannya.