JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi akhirnya menetapkan tiga orang sebagai tersangka penyedia senjata jenis air gun terhadap Mustopa NR, pria yang menyerang dan menembak Kantor Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI), Menteng, Jakarta Pusat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko berujar, dua pelaku bernama Dedy Miswandi dan Novri Ansyah. Mereka adalah tetangga Mustopa di Lampung.
Sementara itu, satu orang lainnya bernama Hengky, pedagang airsoft gun dan air gun tanpa izin resmi.
"Dedy dan Novri berperan sebagai perantara, sementara Hengky berperan sebagai penjual," ujar Trunoyudo kepada wartawan, Selasa (9/5/2023).
Baca juga: 3 Penyedia Senjata Mustopa NR Tak Tahu Rencana Penembakan Kantor MUI
Kasubdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Indrawienny Panjiyoga mengungkapkan, ketiga tersangka dijerat Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
"Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 KUHP juncto Pasal 56 KUHP," ungkap Panjiyoga.
Berdasarkan hasil penyidikan sementara, ketiga tersangka mengaku tidak mengetahui maksud dan tujuan Mustopa NR membeli air gun.
Trunoyudo menerangkan, Mustopa awalnya hanya meminta bantuan Dedy yang tinggal di dekat rumahnya, untuk dicarikan air gun.
"Tersangka Mustopa datang ke rumah tersangka Dedy Miswandi di Sukajaya untuk meminta tolong mencarikan senjata jenis air gun," kata Trunoyudo.
Baca juga: Update Kasus Penembakan di Kantor MUI: 3 Penyedia Senjata Api Ditangkap dan Jadi Tersangka
Mendengar keinginan Mustopa, Dedy menghubungi Novri yang diketahui memiliki kenalan pedagang senjata untuk olahraga menembak.
Selanjutnya, Novri menelepon tersangka Hengky yang merupakan pedagang senjata. Di situ, Hengky menyebutkan bahwa air gun yang tersedia adalah model glock 19.
"Tersangka Hengky menyampaikan menjual air gun glock 19 seharga Rp 4 juta. Dari situ, Novri menelepon tersangka Dedy menyampaikan ketersediaan senjata yang dicari Mustopa," kata Trunoyudo.
Panjiyoga menyebutkan bahwa ketersediaan senjata itu kemudian disampaikan Dedy dan Novri kepada Mustopa. Keduanya sepakat menyebut harga sepucuk air gun itu Rp 5,5 juta.
"Penjualan itu tanpa izin. Setelah itu, setelah pelaku membayar Rp 5,5 juta pada D. Lalu senjata ini dikirim H ke saudara N, lalu diberikan ke D," kata Panjiyoga.
Kepada penyidik, Hengky mengaku sudah memperdagangkan air gun dan airsoft gun sejak 2012 di Lampung. Bisnis itu dia jalankan tanpa izin resmi dari otoritas terkait.