JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Kombes Ade Safri Simanjutak berujar, anak-anak Indonesia turut jadi korban peredaran video porno gay anak atau video gay kids (VGK).
Konten-konten itu dijual oleh tersangka R (21) dan LNH (17) melalui aplikasi pesan singkat Telegram.
"Dalam penyidikan yang kami lakukan, anak-anak berada di video dan foto yang dijual atau diunggah oleh tersangka tersebut, ada di antaranya adalah indikasi anak-anak yang ada di Indonesia," ujar Ade Safri di Mapolda Metro Jaya, Jumat (18/8/2023).
Baca juga: Dua Tersangka Penjual Video Gay Anak Ditangkap, Salah Satunya Masih di Bawah Umur
Selain video anak-anak, dua tersangka juga menyebarkan konten video porno orang dewasa. Video-video itu pun dijual di media sosial.
Tersangka LNH, yang ditangkap di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, berperan mencari member untuk dimasukkan ke dalam grup Telegram.
"Yang bersangkutan merupakan admin dari sebuah akun Facebook, di mana oleh yang bersangkutan, digunakan untuk mempromosikan foto atau video asusila sesama jenis di akun Facebook-nya," jelas Ade.
"Untuk selanjutnya, bagi yang berminat atas promote (promosi) tersebut, kemudian dipersilakan DM (direct message) dengan membayar sejumlah uang kepada LNH melalui rekening penampung," lanjut Ade.
Baca juga: Remaja yang Jual Video Gay Anak Berperan Sebagai Admin Grup Telegram
Selanjutnya, pembeli akan dimasukkan ke dalam suatu grup di Telegram yang berisi foto dan video pornografi sesuai yang dijanjikan.
Tak hanya jadi admin, LNH juga memasang tarif dan paket berlangganan yang berbeda.
"Untuk 110 foto dan video, dibanderol dengan harga Rp 10.000. Kemudian, untuk 220 foto atau video, dengan harga Rp 20.000. Untuk 260 foto atau video seharga Rp 25.000, dan 360 foto dan video, (member) membayar Rp 30.000," jelas Ade.
"Terakhir adalah member VIP, yang mana peminat diwajibkan membayar Rp 60.000," imbuh dia.
Baca juga: Polda Metro Tangkap Pelaku Jual Beli Video Gay Anak
Sementara itu, modus yang dilakukan R (21), tersangka yang lebih dahulu ditangkap di Sumatera Selatan, tidak jauh berbeda dengan LNH.
Pembeli akan membayar uang yang telah disepakati untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam salah satu grup di Telegram.
"Tersangka R membanderol Rp 150.000 untuk mendapatkan foto dan video pornografi sesama jenis khusus dewasa, sedangkan Rp 250.000 untuk mendapatkan konten video atau foto yang melibatkan eksploitasi anak," jelas Ade.
"Terdapat 10 akun Telegram yang digunakan oleh para tersangka untuk promosi terkait dengan paket-paket penjualan konten video atau foto asusila sesama jenis dan terdapat enam channel Telegram yang digunakan tersangka untuk beraksi," tutur Ade.
Baca juga: Menyingkap Praktik Jual Beli Video Gay Anak dan Janji Polisi untuk Mengusut Tuntas
Dua tersangka itu kini dijerat Pasal 27 ayat 1 juncto Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan ancaman pidana penjara enam tahun.
"Dan atau denda paling banyak Rp 1 miliar dan atau Pasal 4 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, termasuk Pasal 29 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, termasuk dijerat Pasal 76i juncto Pasal 88 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," ucap Ade.
"Yang mana disebutkan dilarang untuk mengeksploitasi secara ekonomi dan atau seksual terjadap anak dengan ancaman pidana penjara 10 tahun atau denda paling banyak Rp 200 juta," ungkap Ade.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.