Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diminta KTP dan Kartu BPJS Saat Melahirkan di RS Bogor, Pasien: Sampai Sekarang Belum Dikembalikan

Kompas.com - 13/09/2023, 19:02 WIB
Wasti Samaria Simangunsong ,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hanny Armita (40), seorang ibu yang melahirkan di sebuah rumah sakit di Kota Bogor, mengaku belum menerima kembali KTP dan kartu BPJS-nya sejak diminta untuk keperluan administrasi oleh pihak rumah sakit pada Sabtu (9/9/2023) lalu.

Saat itu, KTP dan kartu BPJS milik Hanny diminta oleh pegawai rumah sakit saat ia mengalami kontraksi sebelum melahirkan.

"Karena waktu itu saya enggak konsentrasi, kesakitan, saya ditanyain mana KTP, saya kasih-kasih saja, dan sampai sekarang saya enggak tahu di mana KTP dan BPJS saya itu," kata Hanny kepada Kompas.com, Rabu (13/9/2023).

Baca juga: Tak Mampu Bayar Persalinan lalu Ajukan Cicilan, Seorang Ibu Sempat Tertahan di Rumah Sakit

Hanny mengaku sudah menanyakan kartu identitasnya kepada para pegawai administrasi di rumah sakit itu. Namun, tidak ada pegawai yang tahu di mana letak kedua kartu tersebut.

"Saya sudah tanya ke rumah sakit, dia bilang, 'Saya sudah kasih ke tetangga kamu' atau 'Sama bidan yang bawa kamu'. Saat saya tanya ke mereka (tetangga dan bidan), katanya KTP BPJS masih di rumah sakit. Sampai sekarang saya enggak tahu di mana itu KTP dan BPJS saya," ujar dia.

Hanny mengakui, ia memiliki kendala dalam membayar biaya persalinan lantaran BPJS-nya tidak aktif.

Namun, sejak awal masuk rumah sakit, kata Hanny, pihak rumah sakit memutuskan untuk membantu persalinannya dengan alasan kemanusiaan.

"Setelah sampai rumah sakit, ternyata BPJS saya kan belum dibayar, tapi pihak rumah sakit punya kebijaksanaan membantu dengan alasan kemanusiaan waktu itu, menolong nyawa pasien," tutur dia.

Baca juga: Penderitaan Ibu Muda di Bekasi Sebelum Dibunuh Suami: Dikunci di Dalam Kontrakan Usai Alami KDRT

Hanny pun tidak berkeberatan jika memang dua kartu identitasnya itu benar-benar ditahan oleh pihak rumah sakit.

"Kalau memang mereka mau nahan, ya tinggal bilang saja, kalau mau nahan identitas saya," kata dia.

Namun kata dia, sebagai perantau, Hanny tentu memerlukan KTP-nya. "Kan saya yang namanya tinggal jauh, penting itu identitas, apalagi BPJS," ujar wanita asal Bengkulu itu.

Adapun soal biaya persalinan, setelah melalui diskusi panjang dengan pihak rumah sakit, akhirnya Hanny diperbolehkan mencicil biaya melahirkan sebesar Rp 8 juta tersebut.

Syaratnya, Hanny harus membuat surat pernyataan usai mentransfer cicilan pertama.

Baca juga: Tak Jualan di Medsos, Pedagang Pasar Tanah Abang: Saingannya Berat, Live Berjam-jam Takut Sia-sia

Sementara itu, bayinya saat ini masih menjalani perawatan intensif di ruang NICU rumah sakit karena didiagnosis sejumlah penyakit.

"Saya sempat tanya dokter sebelum pulang. Katanya masih ada terapi karena bayinya kuning, jadi dikasih ultraviolet. Saya enggak tahu apa-apa karena dari awal mereka diagnosis anak saya itu tidak nangis, makanya masuk inkubator," jelas Hanny.

"Terus diagnosis lainnya, anak saya pneumonia. Saya enggak ngerti, cuma bisa dengerin saja anak saya sakit apa sebenarnya. Sebentar ini, sebentar itu, diagnosis itu banyak sekali," tutur dia.

Kompas.com sudah berupaya tiga kali menghubungi pihak rumah sakit pada Rabu siang. Namun, pihak rumah sakit belum buka suara soal peristiwa ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Megapolitan
Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Megapolitan
'Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal'

"Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal"

Megapolitan
4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

Megapolitan
Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Megapolitan
Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Megapolitan
Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

Megapolitan
Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Megapolitan
Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Megapolitan
Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com