JAKARTA, KOMPAS.com - Johan (35) menceritakan perjalanannya meniti pekerjaan sebagai sopir bajaj yang sering mengangkut wisatawan mancanegara (wisman) di Monas, Jakarta Pusat.
Sebagai informasi, belakangan ini nama Johan menjadi obrolan warganet lantaran video rekaman yang menunjukkan kebolehannya berbahasa Inggris saat berbincang dengan wisman.
Pria asal Cakung, Jakarta Timur, bercerita bahwa dia mulai mangkal di Monas semenjak Pasar Tanah Abang sepi penumpang yang membutuhkan jasanya.
"Baru di Monas awal tahun ini. Pas marak Tanah Abang mulai sepi, saya juga mikir harus pindah ke mana. Masa mau sepi (pelanggan) terus? Saya coba muter-muter, pas lihat di Monas ramai, ya sudah di situ saja," ujar dia kepada Kompas.com di Cakung, Jakarta Timur, Selasa (17/10/2023).
Baca juga: Ngobrol Bahasa Inggris dengan Turis Asing, Johan: Biar Sopir Bajaj Enggak Dipandang Rendah
Sebelum menjadi sopir bajaj di Tanah Abang dan Monas, warga RT 005/RW 011 Penggilingan tersebut pernah bekerja sebagai kernet metromini T42 trayek Pulogadung-Pondok Kopi pada 1998.
Lalu, ia "naik jabatan" menjadi sopir pada 1999-2017. Johan kemudian terpaksa berhenti karena metromini T42 setop operasional.
Selama empat bulan, ia terpaksa menganggur. Di tengah-tengah kebingungan untuk menafkahi dua anaknya, Johan melihat bajaj melintas.
Saat itu, ia berpikiran bahwa momen bajaj melintas di depannya merupakan tanda bahwa ia harus menjadi sopir bajaj.
Johan langsung memutuskan untuk menjadi sopir bajaj. Di hari yang sama, ia mulai mencari lowongan pekerjaan tersebut.
"Itu juga enggak langsung dapat. Saya nyari bajaj susah. Ngelamar sana sini. Ada tetangga yang narik bajaj, saya coba tanya (tempatnya bekerja)," kata dia.
"Saya tanya, ada bajaj kosong enggak. Kalau ada, boleh narik enggak? Sama dia dikenalin ke pul bajaj di Rawamangun. Saya lamar, di hari itu juga saya diterima. Pertama kali narik langsung di Terminal Pulogebang," sambung Johan.
Johan sudah mengendarai metromini selama belasan tahun. Inilah mengapa dirinya sempat kagok saat menjadi sopir bajaj.
Selain jenis kemudinya yang sangat berbeda dengan setir bus, jumlah roda kendaraan itu pun jauh berbeda.
"Sudah pasti ada kesulitan, kagok. Bajaj kan rodanya tiga. Bawa lurus pun tetap belok-belok dan goyang kendaraannya. Saya beranikan diri saja walau awalnya banyak penumpang enggak nyaman karena saya kagok," ucap Johan.