JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang karyawan swasta bernama Egi Randis (27) menilai kenaikan UMP DKI Jakarta 2024 dari Rp 4.901.798 menjadi Rp 5.067.381 tetap tidak akan mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Untuk itu, dia meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melihat realita kehidupan di masyarakat sebelum menetapkan UMP.
“Iya begitu, sebaiknya dilihat dulu realita masyarakat bagaimana,” kata Egi kepada Kompas.com, Rabu (22/11/2023).
Baca juga: UMP DKI 2024 Naik 3,38 persen, Apindo: Kami Harus Apresiasi meski Tak Sesuai Harapan
Kepala rumah tangga yang mempunyai anak satu itu mencontohkan dengan apa yang saat ini ia alami untuk mengontrak selama satu tahun di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat.
“Enggak apa-apa naik segitu (Rp 5.067.381), asal kontrakan murah. Kalau sekarang masih cari-cari dan sudah tanya-tanya. Daerah Kemayoran saja Rp 16 juta per tahun. Kayak mau beli motor Vario setiap tahun,” ucap Egi.
Selain rumah kontrakan per tahun, Egi juga mencontohkan dengan kondisi harga pangan di pasar-pasar DKI Jakarta.
“Naik cuma Rp 100.000 tapi harga pangan naik juga sama saja bohong,” kata Egi.
“Kalau UMP naik segitu, terus cabai dan beras ikut naik bagaimana? Makin mencekik saja hidup di Ibu Kota,” ucapnya lagi.
Sejauh ini, Egi menutupi kehidupan sehari-harinya dengan mencari pekerjaan lain.
“Kalau untuk beli kebutuhan sekunder harus ada sampingan. Terkadang kebutuhan sekunder juga diperlukan dalam berlangsungnya rumah tangga,” kata Egi.
Baca juga: Pemprov DKI Tak Bakal Ubah Angka Kenaikan UMP 2024 meski Ditolak Buruh
Dalam kesempatan berbeda, seorang buruh bernama Anggra (27) menganggap, kenaikan UMP DKI Jakarta 2024 menjadi Rp 5.067.381 merupakan angin segar bagi para pekerja di Ibu Kota.
Namun, ia tidak bisa memungkiri bahwa kenaikan UMP DKI Jakarta 2024 yang selisihnya hanya Rp 165.583 itu tidak begitu menguntungkannya.
“Tapi enggak begitu menguntungkan kalau dari nominalnya. Dari beberapa tahun terakhir, baru naik lagi dengan nominal segitu. Cuma ya disyukuri aja, akhirnya pemerintah melek juga,” kata Anggra.
Anggra merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ia bersama kedua orangtua dan adiknya tinggal di sebuah rumah kontrakan.
Sebagai anak sulung dan ingin meringankan pengeluaran orangtua, Anggra harus membiayai adiknya yang sebentar lagi akan melanjutkan kuliah di perguruan tinggi.