DEPOK, KOMPAS.com - Tiga kilometer jauhnya jarak yang harus ditempuh oleh Dini (42) dan suaminya Supono (48), berjalan kaki untuk tiba di ITC Depok mengikuti Bursa Kerja, Rabu (29/11/2023) siang.
Meski tak lagi muda, sepasang suami istri ini tetap semangat mencari kerja demi anak semata wayangnya yang akan masuk ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) tahun depan.
Ketika ditanya mengapa berjalan kaki, Dini bercerita, satu-satunya sepeda motor yang mereka miliki dicuri maling beberapa waktu lalu saat suaminya berdagang.
Baca juga: Cerita Warga Kampung Tanah Merah 7 Tahun Hidup di Tenda Setelah Digusur Pemerintah
Meski dengan segala keterbatasan, keduanya tak menyerah pada keadaan.
"Kami jalan kaki ke sini, berangkat dari rumah itu sekitar pukul setengah sembilan dan sampai di sini hampir setengah 11. Siapa tahu rezeki bapak, rezeki saya juga ada di sini kan, pak?," ujar wanita itu sembari menatap lembut sosok suami di sebelahnya.
Saat rasa sedih menyelinap, Dini selalu ingat dengan buah hatinya. Anaka semata wayangnya itu lah yang menguatkan mereka agar terus berjuang untuk hidup yang lebih layak.
"Anak saya itu pintar, tahun depan dia SMP, tapi kondisi sekarang memang sulit sampai dia pernah 'mamah apa saya bisa sekolah sampai SMP?'," kata Dini dengan suara tersendat.
"Saya sudah bilang 'mudah-mudahan dengan jalur prestasi kita tetap optimis, berjuang, bismillah pasti ada jalan'" ujar dia lagi.
Sesekali wanita itu tampak menyeka air matanya. Dini tak menyangka, hantaman pandemi Covid-19 begitu keras hingga membuat kondisi keuangan keluarganya hancur lebur. Tabungannya habis, usia pun sudah kepala empat.
Sebelumnya, mereka pernah bekerja di tour and travel agent umroh. Tapi kini kedua orangtua itu harus serabutan pasca dirumahkan tiga tahun lalu.
Dini yang lulusan S1 jurusan Manajemen Informatika tahun 1999, sekarang berjualan jajanan anak.
Baca juga: Kisah Pasutri Paruh Baya Berjuang Bersama Mencari Kerja di Job Fair Depok
Sementara suaminya, Supono yang merupakan alumni Teknik Informatika tahun 1995 sudah empat bulan terakhir menjadi pedagang kopi keliling di depan kantor Balaikota Depok.
"Saya ya jualan ciki-ciki. Bapak jualannya kopi keliling pakai sepeda, dari pukul enam sore sampai pulangnya jam dua atau jam tiga subuh sampai rumah," ucap wanita asal Yogyakarta itu
Bukannya tidak ada usaha. Dini mengaku telah ratusan kali melamar ke berbagai tempat, tapi lagi-lagi, umur menjadi masalah.
Ia mengeluhkan betapa sulitnya mencari kerja saat usia sudah menyentuh kepala empat.
"Susah sekali, ya. Kebanyakan butuhnya untuk (maksimal) usia 35 tahun. Kayak kami S1 tapi sudah 40 tahun ke atas, enggak ada lowongan. Padahal pengalaman sudah 20 tahun lebih, saya pernah di Sanyo, bapak juga kerjanya dulu di IT company," kata Dini.
Kedua suami istri ini berharap pemerintah bersama pengusaha di Indonesia bisa lebih memerhatikan syarat lamaran agar lebih manusiawi lagi. Khususnya bagi mereka yang masih produktif namun terhalang batas usia.
"Kami ini masih produktif, memang usia sudah 40-an tahun. Ya berharapnya ada lebih banyak perusahaan yang kasih kesempatan kerja untuk orangtua seperti saya dan suami. Kami mampu kok, cuma lowongan saja jarang yang ada," ucap Dini menutup ceritanya.
Baca juga: Kisah di Balik Kebahagiaan Ibnu Pinjamkan Motornya ke Anies Baswedan untuk Kampanye
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.