MASYARAKAT dihebohkan penemuan empat jenazah kakak beradik yang diduga dibunuh oleh ayahnya sendiri di kediaman mereka di Jagakarsa, Jakarta Selatan (Rabu, 6/12).
Selain empat anak tersebut, sang ayah ditemukan dalam kondisi terluka di tangan dan diduga mencoba bunuh diri.
Beberapa hari sebelumnya, Sabtu, 2 Desember 2023, ibu korban atau istri terduga pelaku melaporkan dugaan KDRT yang diduga dilakukan suaminya ke kepolisian. Bahkan ibu tersebut harus dirawat di RSUD Pasarminggu sesaat setelah pelaporan.
Baca juga: Pemprov DKI: Ibu yang 4 Anaknya Diduga Dibunuh Suaminya di Jagakarsa Korban KDRT
Peristiwa ini mengingatkan kembali atas kejadian pada September lalu, dimana MSD, seorang ibu muda, di Desa Sukadanau, Kabupaten Bekasi, dibunuh oleh suaminya.
Ibu muda tersebut sebelumnya pernah melaporkan dugaan KDRT ke Polres Bekasi. Namun pelaporan tersebut hingga ibu muda tersebut terbunuh belum berjalan.
Adanya dua peristiwa ini, dan mungkin peristiwa serupa lain yang tidak viral, tentunya menunjukan mendesaknya mekanisme yang bisa diambil kepolisian dalam menangani pelaporan KDRT.
Dalam menangani KDRT seringkali kepolisian berhati-hati karena tidak jarang pelapor dan terlapor kemudian berdamai. Apabila polisi sudah terlanjur melakukan penyelidikan, tidak jarang upaya tersebut sia-sia akibat perdamaian tersebut.
Alasan korban KDRT, khususnya istri, mencabut laporan ataupun berdamai dengan terlapor tentunya tidak lepas dari adanya ikatan keluarga seperti anak atau ketergantungan ekonomi korban terhadap pelaku.
Namun bukan berarti penanganan KDRT bisa dianggap remeh atau dikesampingan oleh polisi.
Adanya dua peristiwa ini tentunya menjadi alarm bagi kita semua, dari masyarakat sekitar korban hingga pihak kepolisian.
Masyarakat tidak bisa menganggap KDRT hanya sebagai urusan internal rumah tangga, namun juga sebagai kejahatan yang korbannya perlu dilindungi.
Sehingga jika ada tetangganya yang menjadi korban KDRT atau melakukan KDRT, maka masyarakat harus melakukan tindakan yang diperlukan.
Korban perlu ditolong dengan memberikan pengobatan, diantarkan melapor ke kepolisian atau menyelamatkan korban ke instansi seperti Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak atau LPSK.
Sedangkan kepolisian perlu memilah mana KDRT yang perlu penanganan serius. Indikatornya bisa dilihat dari bentuk atau dampak kekerasan yang dialami korban.
Jika korban mendapatkan kekerasan yang menyebabkan luka serius, maka kepolisian sudah seharusnya menangani dengan cepat agar tidak terjadi pengulangan kekerasan terhadap korban.