Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Andreas Lucky Lukwira
Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Penggiat @Naikumum dan Pengamat Bus

Kasus di Bekasi dan Jagakarsa: Mendesaknya Penanganan Serius Laporan KDRT

Kompas.com - 08/12/2023, 08:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MASYARAKAT dihebohkan penemuan empat jenazah kakak beradik yang diduga dibunuh oleh ayahnya sendiri di kediaman mereka di Jagakarsa, Jakarta Selatan (Rabu, 6/12).

Selain empat anak tersebut, sang ayah ditemukan dalam kondisi terluka di tangan dan diduga mencoba bunuh diri.

Beberapa hari sebelumnya, Sabtu, 2 Desember 2023, ibu korban atau istri terduga pelaku melaporkan dugaan KDRT yang diduga dilakukan suaminya ke kepolisian. Bahkan ibu tersebut harus dirawat di RSUD Pasarminggu sesaat setelah pelaporan.

Baca juga: Pemprov DKI: Ibu yang 4 Anaknya Diduga Dibunuh Suaminya di Jagakarsa Korban KDRT

Peristiwa ini mengingatkan kembali atas kejadian pada September lalu, dimana MSD, seorang ibu muda, di Desa Sukadanau, Kabupaten Bekasi, dibunuh oleh suaminya.

Ibu muda tersebut sebelumnya pernah melaporkan dugaan KDRT ke Polres Bekasi. Namun pelaporan tersebut hingga ibu muda tersebut terbunuh belum berjalan.

Baca juga: Kronologi dan Fakta Ibu Muda Dibunuh Suami di Bekasi, Pernah Laporkan KDRT ke Polisi tapi Tak Ada Kejelasan

Adanya dua peristiwa ini, dan mungkin peristiwa serupa lain yang tidak viral, tentunya menunjukan mendesaknya mekanisme yang bisa diambil kepolisian dalam menangani pelaporan KDRT.

Dalam menangani KDRT seringkali kepolisian berhati-hati karena tidak jarang pelapor dan terlapor kemudian berdamai. Apabila polisi sudah terlanjur melakukan penyelidikan, tidak jarang upaya tersebut sia-sia akibat perdamaian tersebut.

Alasan korban KDRT, khususnya istri, mencabut laporan ataupun berdamai dengan terlapor tentunya tidak lepas dari adanya ikatan keluarga seperti anak atau ketergantungan ekonomi korban terhadap pelaku.

Namun bukan berarti penanganan KDRT bisa dianggap remeh atau dikesampingan oleh polisi.

Adanya dua peristiwa ini tentunya menjadi alarm bagi kita semua, dari masyarakat sekitar korban hingga pihak kepolisian.

Masyarakat tidak bisa menganggap KDRT hanya sebagai urusan internal rumah tangga, namun juga sebagai kejahatan yang korbannya perlu dilindungi.

Sehingga jika ada tetangganya yang menjadi korban KDRT atau melakukan KDRT, maka masyarakat harus melakukan tindakan yang diperlukan.

Korban perlu ditolong dengan memberikan pengobatan, diantarkan melapor ke kepolisian atau menyelamatkan korban ke instansi seperti Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak atau LPSK.

Sedangkan kepolisian perlu memilah mana KDRT yang perlu penanganan serius. Indikatornya bisa dilihat dari bentuk atau dampak kekerasan yang dialami korban.

Jika korban mendapatkan kekerasan yang menyebabkan luka serius, maka kepolisian sudah seharusnya menangani dengan cepat agar tidak terjadi pengulangan kekerasan terhadap korban.

Kasus di Bekasi, misalnya, jika melihat luka-luka MSD yang cukup parah atau bentuk kekerasan yang menunjukan ancaman jiwa nyata, seharusnya ada langkah cepat kepolisian. Bukan dengan membiarkan korban pulang setelah membuat laporan.

Petugas SPKT harus memastikan tujuan pulangnya korban merupakan tempat yang aman, misal ke rumah kerabat korban atau jika perlu ke rumah aman milik Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak maupun rumah aman lain.

Membiarkan korban pulang dan kembali satu atap dengan terduga pelaku sama saja membuka potensi korban mengalami kekerasan yang sama.

Kasus di Jagakarsa lebih memilukan karena anak korban yang tinggal bersama terduga pelaku menjadi korban tewas.

Mungkin jika Sabtu lalu, kepolisian dan dinas terkait mengevakuasi empat anak tersebut, misal ke rumah aman milik pemerintah, atau ke rumah keluarga si ibu, bisa jadi peristiwa memilukan ini bisa dihindari.

Terkait perdamaian, ada baiknya kepolisian melihat bentuk kekerasan yang pernah dilakukan oleh terduga pelaku. Apabila kekerasannya sudah menjurus ke mengancam jiwa, maka sebaiknya perdamaian dikesampingkan.

Apabila merujuk Jason Whiting dalam Psychology Today (dikutip dari "Kenapa Korban KDRT Sulit Meninggalkan Pelaku Menurut Psikolog", tirto.id), pelaku KDRT cenderung manipulatif dengan cara meminta maaf dan mengaku menyesali perbuatan.

Maka sebelum memutuskan laporan KDRT diselesaikan melalui perdamaian, penyidik harus memastikan bentuk kekerasan dan meminta pendapat ahli psikologi maupun budaya, apakah KDRT tersebut bisa diselesaikan dengan cara damai, apalagi dengan menyatukan kembali pelaku dengan korban.

Apabila ada kemungkinan terjadinya kembali KDRT, apalagi dengan potensi bentuk kekerasan yang berdampak parah, maka jalan damai sebaiknya dikesampingkan.

Jikapun kasus KDRT berakhir damai, penyidik harus memastikan pelaku dan korban mengikuti program konseling atau perawatan psikologis yang hasilnya dilaporkan ke penyidik.

Adanya intervensi dari konseling dan psikologis diharapkan bisa mengubah cara pikir pelaku terkait kekerasan. Sehingga peluang mengulangi KDRT bisa dikurangi.

Dukungan terhadap korban

Berlanjutnya perkara KDRT ke dalam sistem peradilan pidana, tentunya harus memperhatikan juga kebutuhan psikososial korban. Apalagi banyak korban KDRT yang bergantung secara ekonomi kepada pelaku (salah satu alasan banyaknya laporan KDRT yang dicabut).

Lembaga pemerintah maupun swasta perlu berperan. Misalnya, terkait kebutuhan sehari-hari korban yang sebenarnya bisa dibantu melalui mekanisme bantuan sosial.

Atau peran Dinas Pendidikan untuk memastikan anak-anak korban KDRT untuk tetap bisa bersekolah meskipun tulang punggung keluarganya tidak ada.

Serta bentuk-bentuk bantuan lain yang bisa membantu korban dan anak-anak korban menjalani peran sosialnya secara wajar.

Selain itu, Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak perlu memberikan layanan psikologis kepada para korban sehingga mereka bisa dipulihkan secara psikologis.

Dengan adanya dukungan tersebut, maka kekhawatiran korban akan keberlangsungan hidupnya apabila tulang punggung keluarganya menjadi pelaku KDRT akan sirna.

Dengan demikian, para korban tetap meneruskan perkara KDRT yang menimpanya hingga ke pengadilan.

Tentunya berlanjutnya perkara KDRT ke persidangan akan memberikan efek jera bagi pelaku, dan efek penggentar bagi para calon pelaku lainnya.

Selain itu, penahanan dalam proses hukum terhadap pelaku dalam jangka waktu tertentu bisa menyelamatkan korban dari potensi menjadi korban kembali.

Semoga tidak ada lagi anak, istri, atau bahkan suami yang menjadi korban seperti MSD ataupun empat anak di Jagakarsa, dengan adanya penanganan yang tepat pada laporan KDRT.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Heru Budi: Siapa Pun Gubernur Selanjutnya, Jakarta Harus Unggul dari Kota-kota Lainnya di Dunia

Heru Budi: Siapa Pun Gubernur Selanjutnya, Jakarta Harus Unggul dari Kota-kota Lainnya di Dunia

Megapolitan
Heru Budi Ingin Jakarta Gelar Banyak Acara Menarik untuk Pikat Masyarakat Dunia

Heru Budi Ingin Jakarta Gelar Banyak Acara Menarik untuk Pikat Masyarakat Dunia

Megapolitan
PSI Klaim Terima Masukan Masyarakat untuk Usung Kaesang di Pilkada Bekasi

PSI Klaim Terima Masukan Masyarakat untuk Usung Kaesang di Pilkada Bekasi

Megapolitan
Salim Said Akan Dimakamkan di TPU Tanah Kusir Siang Ini, Satu Liang Lahad dengan Ibunda

Salim Said Akan Dimakamkan di TPU Tanah Kusir Siang Ini, Satu Liang Lahad dengan Ibunda

Megapolitan
Pencanangan HUT ke-497 Jakarta, Heru Budi Bagi-bagi Sepeda ke Warga

Pencanangan HUT ke-497 Jakarta, Heru Budi Bagi-bagi Sepeda ke Warga

Megapolitan
Heru Budi Umumkan 'Jakarta International Marathon', Atlet Dunia Boleh Ikut

Heru Budi Umumkan "Jakarta International Marathon", Atlet Dunia Boleh Ikut

Megapolitan
Pencanangan HUT ke-497 Kota Jakarta, Masyarakat Menyemut di Kawasan Bundaran HI sejak Pagi

Pencanangan HUT ke-497 Kota Jakarta, Masyarakat Menyemut di Kawasan Bundaran HI sejak Pagi

Megapolitan
Beda Nasib Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez di Kasus Narkoba: Satu Direhabilitasi, Satu Ditahan

Beda Nasib Epy Kusnandar dan Yogi Gamblez di Kasus Narkoba: Satu Direhabilitasi, Satu Ditahan

Megapolitan
Simak Penyesuaian Jadwal Transjakarta, MRT, LRT, dan KRL Selama Pencanangan HUT ke-497 Jakarta Hari Ini

Simak Penyesuaian Jadwal Transjakarta, MRT, LRT, dan KRL Selama Pencanangan HUT ke-497 Jakarta Hari Ini

Megapolitan
Catat, Ini 41 Kantong Parkir Saat Acara Pencanangan HUT ke-497 Jakarta di Bundaran HI

Catat, Ini 41 Kantong Parkir Saat Acara Pencanangan HUT ke-497 Jakarta di Bundaran HI

Megapolitan
Pencanangan HUT ke-497 Jakarta di Bundaran HI Hari Ini, Simak Rekayasa Lalu Lintas Berikut

Pencanangan HUT ke-497 Jakarta di Bundaran HI Hari Ini, Simak Rekayasa Lalu Lintas Berikut

Megapolitan
Aksi Nekat Pelaku Curanmor di Bekasi: Beraksi di Siang Hari dan Lepaskan Tembakan Tiga Kali

Aksi Nekat Pelaku Curanmor di Bekasi: Beraksi di Siang Hari dan Lepaskan Tembakan Tiga Kali

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Minggu 19 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Minggu 19 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
Rute KA Kertajaya, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Kertajaya, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Detik-detik Penjambret Ponsel di Jaksel Ditangkap Warga: Baru Kabur 100 Meter, Tapi Kena Macet

Detik-detik Penjambret Ponsel di Jaksel Ditangkap Warga: Baru Kabur 100 Meter, Tapi Kena Macet

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com