JAKARTA, KOMPAS.com - Tingginya angka suara tidak sah untuk pemilihan anggota legislatif (Pileg) dalam Pemilu serentak, harus menjadi perhatian khusus Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Kondisi ini menandakan ada sebuah permasalahan yang harus diperbaiki oleh pihak penyelenggara pemilihan umum (Pemilu).
“Kenapa? karena pasti ada something wrong. Bisa jadi begini, ini kan pemilu Indonesia ini pemilu yang dijuluki sangat kompleks,” ujar Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Gun Gun Heryanto di Bogor, Jawa Barat, dikutip Selasa (19/12/2023).
Baca juga: KPU DKI: Kemenaker Izinkan Gedungnya jadi Gudang Logistik Pemilu 2024
Berdasarkan data IDEA's Voter Turnout Database yang dipaparkan Gun Gun, suara tidak sah untuk Pileg di Indonesia pada 2019 mencapai 11 persen.
Angka ini melebihi rata-rata global yang masih bisa ditolerasi dalam setiap tahapan Pemilu di dunia, yakni 4 persen.
Adapun di Jakarta, jumlah surat suara tidak sah Pileg 2019 mencapai 800.000 untuk DPD, dan 540.000 untuk DPR serta DPRD. Saat itu jumlah pemilih di Jakarta sekitar 7,2 juta orang.
“Artinya sudah angka yang besar melampaui global average. Kalau pemilu-pemilu di dunia, katanya kalau suara tidak sah di atas 4 persen itu warning sebenarnya bagi penyelenggara,” ungkap Gun Gun.
Sebelumnya, KPU DKI Jakarta optimistis tingkat partisipasi Pemilu serentak 2024 tinggi. Tetapi, ada potensi surat suara tidak sah dengan jumlah besar yang perlu diantisipasi.
Baca juga: KPU DKI Antisipasi Banyak Surat Suara Legislatif Tidak Sah pada Pemilu 2024
“Pemilihnya sudah hadir di TPS, tetapi surat suara tidak sah dan itu cukup tinggi untuk DPRD, untuk DPD. Nah ini yang kami harus sosialisasikan terkait dengan tata cara menggunakan hak pilih,” ujar Kepala Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU DKI Jakarta Dody Wijaya kepada wartawan, Senin (18/12/2023).
Menurut Dody, tingginya partisipasi ini dipengaruhi oleh adanya pemilih presiden dan wakil presiden pada Pemilu serentak 2024.
Namun, ada kekhawatiran mengenai tingginya jumlah surat suara tidak sah untuk pemilih anggota DPR, DPD, dan DPRD DKI Jakarta 2024.
“Problem utamanya adalah soal pemilih tidak kenal dengan siapa yang akan dipilih, mereka baru memilih lima menit sebelum ke TPS,” kata Dody.
“Berarti perlu ditingkatkan kembali sosialisasi dan mengoptimalkan kembali masa kampanye yang sudah berjalan hari ini,” sambungnya.
Baca juga: KPU DKI Bakal Gelar Simulasi Pencoblosan Pemilu 2024 di Semua Kota di Jakarta
Di samping itu, ada juga faktor pemilih yang kurang memahami tata cara pencoblosan surat suara di TPS.
KPU DKI Jakarta mengharapkan masyarakat mulai mencari informasi mengenai daftar calon tetap (DCT) Pemilu 2024 yang telah disosialisasikan.
“Kami harapkan pemilih mengenali siapa kandidatnya, maupun calon wakil rakyat, maupun partai politik yang mereka akan pilih,” tutur Dody.
“Kalau sudah punya pilihan di H pencoblosan, (sosialisasi) tata cara menggunakan suara ini itu menjadi solusi. Supaya tidak salah mencoblos, tidak salah dalam menggunakan hak pilih,” lanjut Dody.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.