JAKARTA, KOMPAS.com - SRP (12), korban yang dicabuli ayah tiri bernama Hadi (42), tak mau tinggal bersama ibu kandungnya, L, sampai saat ini.
“Sampai sekarang, kalau disuruh kembali bersama ibunya, dia masih ada rasa takut,” ujar Penjabat Sementara (Pjs) Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Lia Latifah saat dihubungi, Rabu (10/1/2024) malam.
Lia mengungkapkan, rasa takut korban muncul karena L tak membelanya saat ia bercerita mengenai pencabulan yang dilakukan pelaku.
Saat itu, L malah memilih untuk membela Hadi karena tak percaya bahwa suaminya tega melakukan aksi bejat.
“Karena ibunya tak memberikan dukungan penuh. Terlebih, pada saat dia mengadu kalau ayah sambungnya suka megang-megang dia, dia disebut berbohong (oleh L). Jadi hal-hal seperti itu belum bisa diterima korban,” ungkap Lia.
Maka dari itu, ketika L sudah tersadar, korban belum bisa memercayainya 100 persen. Apalagi L sempat tak menjenguk SRP yang kini tinggal bersama nenek dan tantenya.
“Kalau sekarang ibunya sudah percaya suaminya melakukan pencabulan, tapi anaknya belum,” ucap Lia.
“Faktor lain, saat korban pindah ke rumah neneknya, ibunya tak pernah datang. Padahal waktu itu sudah ada informasi pelaku ditangkap. Namun, sudah beberapa hari pelaku ditangkap, ibunya tak kunjung datang. Jadi dia kecewa,” sambung dia.
Baca juga: Komnas PA Sebut Ibu Korban Sempat Tak Percaya Sang Anak Dicabuli Ayah Tiri
Diberitakan sebelumnya, SRP dicabuli ayah tirinya di kontrakan mereka, Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Hadi diketahui telah mencabuli dan memerkosa korban sebanyak 20 kali.
Berdasarkan pengakuan sepupu korban, FF, pelaku disebut mulai melancarkan aksinya saat korban duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar (SD).
Akibat hal itu, korban disebut menderita trauma berat. SRP juga mencoba bunuh diri karena sudah tak tahan dengan penderitaannya.
Kini polisi telah menangkap dan menjebloskan Hadi ke penjara.
Hadi dijerat Pasal 76D juncto Pasal 81 dan atau Pasal 76E juncto Pasal 82 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.