JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana mengatakan, kenaikan tarif sewa gedung pertunjukan di Jakarta, untuk meningkatkan kualitas pelayanan ke masyarakat.
Dengan bertambahnya pendapatan dari retribusi, pemerintah berharap bisa mengalokasikan lebih banyak dana untuk pengembangan sumber daya.
“Dengan meningkatnya pendapatan dari tarif retribusi, pemerintah daerah dapat mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk meningkatkan kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat,” ujar Iwan dalam keterangan resminya, Rabu (17/1/2024).
Baca juga: Pemprov DKI Naikkan Tarif Sewa Gedung Pertunjukan di TIM, Paling Mahal Rp 50 Juta Per Hari
Selain itu, kata Iwan, kebanyakan gedung pertunjukan yang dikelola Pemerintah Provinsi DKI Jakarta adalah bangunan cagar budaya.
Atas dasar itu, perlu perawatan secara berkala untuk memastikan bangunan cagar budaya tetap terawat dan bisa dipakai setiap kegiatan kebudayaan.
“Diharapkan ke depan dengan adanya kenaikan penyesuaian tarif retribusi saat ini sebagai salah satu bentuk pemuliaan atas keberadaan gedung-gedung kesenian dan museum,” pungkas Iwan.
Diberitakan sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta menaikkan tarif sewa gedung pertunjukan seni budaya, salah satunya Taman Ismail Marzuki (TIM).
Penyesuaian tarif retribusi gedung pertunjukan seni budaya itu secara terperinci diumumkan Dinas Kebudayaan DKI melalui akun Instagram resmi @disbuddki.
Baca juga: Pemprov DKI Didorong Kembalikan Kebijakan Sewa Gedung Pertunjukan seperti Era Ahok
“Terdapat penyesuaian tarif retribusi terhadap Aset Daerah yang dimiliki Dinas Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta, hal ini berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah," demikian keterangan dari unggahan pengumuman di akun @disbuddki, dikutip Selasa (16/4/2024).
Budayawan Butet Kartaredjasa mengkritik kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tersebut. Menurut dia, besarnya biaya sewa tentu akan membebani para pegiat seni dan budaya untuk menampilkan karyanya kepada publik.
“Dampaknya akan buruk karena kawan-kawan seni pertunjukan menjadi kehilangan ruang presentasi. Kalau mau mempresentasikan karyanya kan jadi butuh modal yang besar, karena harus menyewa,” ujar Butet saat dihubungi, Selasa (16/1/2024).
Butet khawatir, kebijakan ini berpotensi menghambat perkembangan seni dan budaya. Sebab, tidak mudah bagi pegiat seni budaya mencari sponsor untuk menutupi kebutuhan penyelenggaraan.
“Itu hambatan, itu satu masalah. Wong kami cari sponsor kan enggak mudah. Itu satu masalah serius,” ucap Butet.
Dia pun mendorong Pemprov DKI agar mengembalikan aturan penggunaan gedung pertunjukan yang berlaku pada zaman mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
“Seharusnya kembalikan pakai policy yang diberlakukan zaman Ali Sadikin. Itu policy Ali Sadikin yang berlangsung sampai Ahok. Itu tidak membebani seniman,” ujar Butet.