BEKASI, KOMPAS.com - Aliansi Mahasiswa Bekasi-Karawang (Bakar) membagikan selebaran kertas yang berisikan "Lima Dosa Politik Jokowi" saat menggelar unjuk rasa di Jalan Cut Mutia, Bekasi Timur, Kota Bekasi, Selasa (6/2/2024).
"Isinya disini ada lima dosa politik Jokowi, yang pertama mendukung capres penculikan aktivis 98 dan pelanggaran HAM," ujar Perwakilan dari Universitas Singaperbangsa Karawang (Unsika) Syahran saat ditemui di Jalan Cut Mutia.
Syahran mengatakan, secara tidak langsung Presiden Jokowi bermain halus menggerogoti APBN untuk kepentingan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Baca juga: Mahasiswa: Jokowi Sayang Anak, tapi Tidak Sayang Rakyat
"Mempolitisasi bansos itu adalah bukti Jokowi berpihak kepada salah satu paslon," kata dia.
Dosa kedua, yakni Jokowi dinilai membangun politik dinasti sebagai salah satu cara upaya dari penguasa untuk melanjutkan kekuasaannya dengan berbagai cara.
"Jokowi memang tidak melanggar Hukum, tetapi Jokowi melanggar etika moralitas berbangsa dan bernegara," ujar Syahran.
Ketiga, lanjut Syahran, Jokowi dinilai akan menghindupkan zaman orde baru di mana pernah terjadinya aksi pergerakan mahasiswa tahun 1998.
"Point ketiga menghidupkan orde baru, tahun 1998 mahasiswa sudah berhasil melakukan pergerakan untuk mewujudkan reformasi, tapi hari ini cita-cita reformasi terancam gagal," imbuhnya.
Syahran mengatakan, cita-cita reformasi yang menciptakan demokrasi seadil-adilnya yang berkualitas terancam musnah.
"Hari ini terancam kemunculan orba, cita-cita reformasi terancam, makanya kami dari seluruh mahasiswa untuk mencegah terjadinya orba," kata dia.
Baca juga: Aliansi Mahasiswa Bekasi-Karawang Minta Jokowi Netral dan Kembali ke Koridor Demokrasi
Poin keempat, mahasiswa melihat adanya pelemahan pemberantasan korupsi karena potensi munculnya orba dan potensi munculnya oligarki.
"Itu akan berdampak terhadap kestabilan negara, berdampak pada praktik-praktik korupsi yang akan terjadi di masa depan yang akan datang," paparnya.
Kelima, Jokowi dinilai abai kepada kesejahteraan masyarakat. Padahal, mahasiswa beranggapan bahwa poin ini adalah yang paling penting.
"Ini poin yang paling penting, mengapa? Ketidak netralitas Presiden ini akan berpengaruh terhadap struktur yang ke bawah. Jika presiden tidak netral, menteri pun tidak netral, kepala daerah pun tidak netral," jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Syahran, kinerja para pejabat publik tidak mengendepankan fungsinya sebagai public service.
"Pejabat publik pasti mementingkan kepentingannya (sendiri), hal-hal yang seharusnya diberikan kepada rakyat. Tapi politisasi seperti bansos," tandas dia.
Baca juga: Ada Demo Mahasiswa Tuntut Jokowi Bersikap Netral, Jalan Cut Mutia Bekasi Macet
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.