Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sopir Angkot: Dulu kalau Cuma Jadi Kernet, Hidup Sudah Enak

Kompas.com - 20/03/2024, 20:04 WIB
Baharudin Al Farisi,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Pada masanya, pekerjaan sebagai kernet maupun sopir angkot atau metromini di Ibu Kota pernah menjadi primadona para perantau.

Sebab, pendapatan bersih per hari para sopir angkot/metromini dan kernet dianggap sangat menjanjikan.

“Sopir metromini, sopir angkot, kernet, apa pun, berebut. Susah banget dapatnya. Kalau cuma dapat kernet, itu sudah bagus, ibaratnya hidup kita sudah enak,” kata sopir angkot bernama Hasan Basri (55) saat ditemui Kompas.com di Terminal Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (20/3/2024).

“Jadi, jumlah mobil angkot ini, dulu, enggak seberapa karena sopirnya banyak,” lanjutnya.

Baca juga: Cerita Sopir Angkot di Jakarta, Merantau dari Bukittinggi di Usia 19 Tahun Bermodal Rp 10.000

Ketika sudah mendapatkan pekerjaan kernet atau sopir angkot/metromini, hidup sudah tenang untuk beberapa hari ke depan.

Meski begitu, mendapatkan pekerjaan merupakan suatu hal yang sulit. Bisa dibilang, untung-untungan. Pasalnya para pemilik pul saat itu, menerapkan sistem keluarga.

“Sistem keluarga yang saya maksud, itu siapa yang dekat sama dia. Walaupun saya bukan keluarga, tapi sudah dekat, ya dapat,” ujar dia.

Terkadang, dalam satu minggu, Hasan hanya bisa satu kali menjadi sopir angkot.

Dalam satu momen, Hasan mengungkapkan, lebih baik dia berkelahi dengan orang lain dibandingkan harus menahan lapar selama beberapa hari.

Baca juga: Perantau di Ibu Kota: Daripada Tidak Makan dan Tahan Lapar, Mending Saya Ribut

“Daripada enggak makan, tahan rasa lapar, mending saya ribut. Saya kan bukan mencuri, cuma mau bantuin orang,” ucap Hasan.

Momen ini terjadi saat Hasan baru tiba di Terminal Kalideres, Jakarta Barat, sebagai perantau asal Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 1989.

Karena baru pertama kali menginjakan kakinya di Jakarta, ia belum mengetahui seluk-beluk Ibu Kota. Tidak ada tujuan dan pikirannya hanya mencari pekerjaan.

Sayangnya, pikiran pria yang saat itu masih berusia 19 tahun dipenuhi dengan kebingungan. Terlebih, uang di sakunya hanya tersisa Rp 10.000.

Baca juga: “Kalau Dulu, Lebih Bagus Sopir Angkot daripada PNS”

“Karena butuh makan, saya ikut calo yang buat isi (cari penumpang) angkot, sampai saya ke Kebayoran, Ciledug, Blok M. Karena butuh makan, belum punya kenalan. Ibaratnya, sering terjadi keributan waktu zaman itu,” ujar Hasan.

Keributan sering terjadi karena Hasan dianggap seenaknya saja menjadi calo di terminal-terminal. Oleh karena itu, pertengkaran tidak bisa terhindarkan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

Megapolitan
Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Megapolitan
Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Megapolitan
Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta 9 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

[POPULER JABODETABEK] Cerita Eks Taruna STIP soal Lika-liku Perpeloncoan oleh Senior | Junior di STIP Disebut Wajib Panggil Senior dengan Sebutan “Nior”

Megapolitan
Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Rute Transjakarta 10A Rusun Marunda-Tanjung Priok

Megapolitan
Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Cikuray, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Bantah Pernyataan Ketua STIP soal Tak Ada Lagi Perpeloncoan, Alumni: Masih Ada, tapi pada Enggak Berani Berkoar

Megapolitan
Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Remaja Tusuk Seorang Ibu di Bogor Hingga Pisau Patah

Megapolitan
Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Jukir Liar Minimarket Ikhlas “Digusur” Asal Pemerintah Beri Pekerjaan Baru

Megapolitan
Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Warga Bekasi Tewas Tertabrak Kereta di Kemayoran karena Terobos Palang Pelintasan

Megapolitan
Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Manjakan Lansia, Asrama Haji Embarkasi Jakarta-Bekasi Tak Lagi Pakai Tempat Tidur Tingkat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com