JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Aliansi Jurnalis Independen (AJI) periode 2024-2027, Bayu Wardhana, menilai, jurnalisme investigatif tidak memberikan dampak buruk kepada masyarakat.
Ia pun mempertanyakan alasan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang ingin melarang jurnalisme investigatif melalui revisi Undang-undang (UU) Penyiaran.
“Investigasi dampak buruknya di mana? Investigasi itu dampak buruknya adalah untuk pelaku korupsinya, itu akan memberi dampak buruk. Tapi untuk masyarakat itu tidak pernah ada dampak buruknya, selalu memberi dampak baik,” ucap Bayu Wardhana saat diwawancarai di depan gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).
Bayu mengatakan, selama ini jurnalisme investigatif justru memberikan manfaat baik untuk masyarakat. Jurnalisme investigatif mampu menguak sejumlah fakta yang luput dalam beberapa kasus.
Baca juga: Tolak Revisi UU Penyiaran, AJI: Ini Skenario Besar Pelemahan Demokrasi
Ia mencontohkan hasil kerja jurnalisme investigatif dalam kasus pembunuhan yang melibatkan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Ferdy Sambo. Jika tidak ada pers, kata Bayu, kasus Sambo tidak akan terungkap.
Contoh lainnya, kasus korupsi dana bantuan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Bayu mengatakan, kasus tersebut baru terkuak usai diinvestigasi oleh jurnalis.
“Kalau tak ada investigasi, masyarakat tidak tahu dan korupsi itu akan terjadi terus,” lanjut Bayu.
Bayu menegaskan, AJI maupun lembaga pers lain tidak pernah dilibatkan dalam proses pembahasan revisi UU Penyiaran. Termasuk, pembahasan Pasal 50 B ayat (2) huruf c terkait larangan liputan investigasi jurnalistik maupun pasal-pasal lainnya.
“Enggak pernah (dilibatkan), bahkan Dewan Pers saja tidak diajak kok, itu dilakukan diam-diam. Drafnya itu muncul karena bocor, kalau tak bocor kami juga tak tahu,” jelas Bayu lagi.
Sebelumnya diberitakan, AJI Jakarta, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), sejumlah organisasi pers lain, serta lembaga pers mahasiswa menggelar demonstrasi di depan Gedung DPR RI Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).
Unjuk rasa ini untuk menuntut DPR menghentikan revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Dalam aksi unjuk rasa ini, gabungan beberapa lembaga pers juga bakal menuntut DPR untuk melibatkan organisasi pers, akademisi, hingga masyarakat sipil dalam proses penyusunan kebijakan. Terutama, yang berkaitan dengan kebebasan pers dan kebebasan berekspresi.
Selain AJI Jakarta dan PWI, sejumlah organisasi pers yang disebut akan ikut berdemonstrasi antara lain Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jakarta Raya; Pewarta Foto Indonesia (PFI); Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif Untuk Demokrasi (SINDIKASI); dan LBH Pers Jakarta.
Sementara itu, Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) yang ikut turun ke jalan yakni LPM Institut UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; LPM Progress Universitas Indraprasta PGRI; LPM KETIK PoliMedia Kreatif Jakarta; LPM Parmagz Paramadina; LPM SUMA Universitas Indonesia; LPM Didaktika Universitas Negeri Jakarta; LPM ASPIRASI-UPN Veteran Mata IBN Institute Bisnis Nusantara; LPM Media Publica; dan LPM Unsika.
Baca juga: Demo Tolak UU Penyiaran, Massa Berkumpul di Depan Gedung DPR
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.