JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus ibu yang mencabuli anak di media sosial menjadi perhatian khusus berbagai pihak, termasuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA).
Seperti diketahui, dua orang ibu kini menjadi tersangka akibat membuat konten melecehkan anak laki-lakinya dengan motif serupa, yakni atas perintah orang lain di Facebook dengan iming-iming uang sebesar Rp 15 juta.
"Tentunya peristiwa ini menimbulkan rasa syok dan menjadi pertanyaan bagi banyak pihak, mengapa ada orangtua yang tega melakukan pencabulan ke anak kandungnya," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA, Ratna Susianawati dikutip dari keterangan yang diterima Kompas.com, Minggu (9/6/2024).
"Namun, ada banyak sekali faktor yang melatarbelakangi aksi tersebut, mulai dari desakan ekonomi, masalah kecanduan (seperti alkohol, narkoba, pornografi), kekerasan dalam rumah tangga, hingga gangguan jiwa yang diidap orangtua" ujar dia.
Baca juga: KPAI Sebut Negara Harus Turun Tangan agar Kasus Ibu Cabuli Anak Tak Terulang
Dengan melihat maraknya tindakan asusila ibu terhadap anaknya atas ancaman pemilik akun Facebook berinisial IS, Ratna mendorong agar pihak kepolisian segera mengungkap pelaku dan sindikat kejahatannya.
Selain itu, menurut dia, penyidik juga harus menemukan orang yang mendistribusikan video eksploitasi seksual anak yang memenuhi unsur Pasal 27 ayat 1 jo pasal 46 ayat 1 UU ITE, yaitu mendistribusikan dan atau mentransmisikan dokumen elektronik yang mengandung pelanggaran kesusilaan.
"Tentunya dalam penanganan kasus ini perlu pendalaman yang lebih komprehensif sehingga pembuktian hukum kepada pemilik akun Facebook IS bisa terungkap secara terang benderang dan memberikan sanksi hukum kepada akun tersebut," terangnya.
Baca juga: Polisi Akan Periksa Kesehatan Mental Ibu yang Cabuli Anak Kandung di Bekasi
Ratna menambahkan, berdasarkan pasal 48 KUHP, seseorang yang melakukan tindak pidana dengan daya paksa, maka orang tersebut tidak dipidana.
Oleh karena itu penyidik harus menemukan pemilik akun Facebook IS untuk memastikan ada atau tidak daya paksa tersebut.
"Dalam konteks yang lebih luas, sebuah sindikasi eksploitasi seksual anak sebagai kejahatan yang terorganisir acap kali melakukan berbagai tipu muslihat, ancaman dan kekerasan agar seseorang melakukan kejahatan seksual pada anak," katanya.
"Eksploitasi seksual anak ini merupakan kejahatan bukan saja menjadikan anak sebagai objek seksual, tetapi ada motif lain yaitu mendapatkan keuntungan uang yang luar biasa," ungkap Ratna.
Baca juga: Sama seperti di Tangsel, Ibu di Bekasi Juga Disuruh Icha Shakila untuk Cabuli Anak Kandung
Ia mengatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak setiap hari kian meningkat dan penanganannya kurang maksimal antara lain sumber daya manusia (SDM) dan anggarannya yang terbatas.
"Mudah-mudahan dengan dibentuknya direktorat khusus untuk pelayanan perempuan dan anak di kepolisian, berbagai macam kasus perempuan dan anak dapat membantu dalam penanganan kasus-kasus menjadi lebih baik," imbuh dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.