Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menggendong Jamu dan Kehidupan

Kompas.com - 26/10/2009, 05:16 WIB

Oleh Agnes Rita Sulistyawaty

KOMPAS.com-Nilandari tidak menyangka mahkota Ratu Jamu Gendong akan terpasang di kepalanya. Mahasiswi Universitas Indonesia itu mengalahkan 500 penjual jamu dari seantero Jawa, Minggu (25/10) di Taman Mini Indonesia Indah.

Senyum terus menghiasi wajah Nila, demikian dia disapa. Kebanggaannya sebagai penjual jamu bertambah dengan predikat baru yang disandangnya dari kegiatan yang diselenggarakan PT Jamu Jago. ”Saya tidak malu menjadi penjual jamu karena dari profesi inilah saya bisa hidup dan kuliah,” ucap Nila.

Nila berjualan jamu bersama sang ibu. Setiap hari dia berkeliling di daerah Meruya, Jakarta. Dari situlah keluarga ini mendapatkan pemasukan untuk hidup.

Jika Nila masih bisa kuliah, lain halnya dengan Anis Fadilah (21), Ratu Jamu Gendong 2008. Mimpi kuliah akhirnya pupus setelah lajang asal Wonogiri, Jawa Tengah, ini menemukan kenikmatan menggendong keranjang bambu berisi botol jamu. Saban pukul 02.00, dia meracik dan menyiapkan jamu yang akan dijual. Pukul 03.30, Anis sudah keluar-masuk di sekitar Pasar Minggu, Jakarta Selatan. ”Awalnya saya jual jamu untuk mencari uang kuliah, tetapi lama-lama saya enggak kepingin kuliah karena sudah asyik jualan jamu,” ujar Anis yang tiap hari berjalan 2,5 kilometer sambil menggendong keranjang jamu.

Penjual jamu bukan profesi asing bagi Anis. Ibu dan tiga kakak perempuannya hidup dari menggendong jamu. Anis mengaku sempat enggan menjual jamu. Setelah lulus SMA, dia bekerja sebagai pramuniaga dengan pendapatan Rp 25.000 per hari.

Rupanya, pendapatan ini tidak cukup untuk hidup. Dia masih mendapatkan subsidi hidup dari kakaknya yang sudah lebih dulu berjualan jamu. Lama-kelamaan, rasa malu terkalahkan oleh keinginan untuk mandiri. Keranjang jamu pun digendongnya sejak lima tahun silam.

Dengan jamu Rp 1.500-Rp 5.000 per gelas, Anis kini mempunyai pendapatan minimal Rp 35.000 per hari. ”Kalau sedang ramai, uang Rp 80.000 bisa masuk kantong,” katanya. ”Sekarang saya bisa mengirim uang untuk ibu walaupun hanya sedikit sekali,” tutur Anis.

Memulai profesi sebagai penjual jamu bukan perkara sepele. Anis pernah putus asa ketika satu-dua bulan pertama dia belum punya pelanggan. Pemasukan seret. Kini, ada sekitar 35 orang yang biasa membeli jamunya. Kalau tidak berdagang sehari, ada saja SMS masuk ke ponsel Anis untuk menanyakan keberadaannya.

Gosip ”ada main”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com