Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua PKL: Jokowi-Basuki Pidanakan Juga PNS Tak Ber-KTP DKI

Kompas.com - 21/07/2013, 11:44 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Hoiza Siregar menentang wacana Pemprov DKI mengusir Pedagang Kaki Lima (PKL) yang ngeyel tidak mau direlokasi dan tidak memiliki KTP DKI. Terlebih, saat Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengeluarkan wacana untuk mempidanakan para pedagang KTP non-DKI yang masih bertahan berdagang di bahu jalan.

"Harusnya mereka mempidanakan dulu PNS DKI yang tidak berdomisili di DKI, Jokowi dan Ahok harus memberi contoh teladan dong. Lah, gubernur kita saja bukan warga DKI, harusnya dia yang diusir dan dipidanakan duluan, baru bisa pidanakan warga kecil," kata Hoiza kepada Kompas.com, di Jakarta, Minggu (21/7/2013).

Lebih lanjut, ia menjelaskan kalau Gubernur dan Wakil Gubernur sah-sah saja dalam melontarkan wacana dan kebijakan. Namun, harus ada payung hukum yang melandasi kebijakan tersebut, apakah itu melalui Undang-Undang, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Gubernur (Pergub), maupun SK Gubernur.

Ia menjelaskan, di dalam UUD 1945 Nomor 39 Tahun 1999, telah diatur tentang Hak Asasi Manusia (HAM), di mana setiap warga negara berhak tinggal dimanapun, bekerja, berusaha, berhak pergi, dan kembali. Melalui peraturan itu, kata dia, warga termasuk PKL berhak untuk menetap dan berusaha di mana saja.

"Toh, sekarang membuat KTP gampang, tinggal dibikinin di kelurahan. Kenapa pemerintah mesti repot, apalagi sampai melaporkan ke polisi," kata Hoiza.

Selama proses relokasi, kata dia, PKL selalu bersikap kooperatif. Hanya saja, kalau memang PKL KTP non-DKI juga tidak diberikan lahan untuk berdagang di dalam pasar, mereka tak memiliki pilihan lain untuk tetap bertahan di badan jalan.

Ia pun menampik anggapan PKL berdagang di bahu jalan hanya untuk mencari keuntungan semata. Pasalnya, para pedagang yang berdagang di dalam pasar adalah mereka yang memiliki modal besar dan mampu membiayai hidup keluarganya.

"Ya, sudah tidak ada pilihan lain. Sekarang mereka bicara perut dan dompet. Siapa sih yang mau rela dagang panas-panasan, hujan-hujanan, kejar-kejaran sama Satpol PP," ujarnya.

Untuk diketahui, Jokowi yang merupakan warga asli Solo dan mantan Wali Kota Surakarta itu beberapa waktu lalu pernah mengaku kalau ia sudah memiliki KTP DKI. Dengan kepemilikan KTP DKI itu, ia bahkan rela untuk tidak mengikuti Pilkada Jawa Tengah untuk mendukung rekannya di PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo. Padahal Jokowi tercatat sebagai pemilih di tempat pemungutan suara (TPS) 22 Kelurahan Manahan, Kecamatan Banjarsari, Surakarta.

"Saya sudah KTP Jakarta," ujar Jokowi, Minggu (26/5/2013) lalu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com