Unjuk rasa tersebut mendesak Pemerintahan Arab Saudi dan juga Indonesia mengupayakan cara terbaik terhadap nasib sekitar 730.000 TKI, yang terancam dideportasi karena belum dapat memperbaruhi dokumen keimigrasian setelah jatuh tempo dari masa amnesty, pada 3 November 2013 kemarin.
Direktur Eksekutif Migran Care Anis Hidayah mengatakan, Pemerintah Indonesia tidak boleh lamban dalam menangani TKI di Arab Saudi. "Saya kira pemerintah kita harus tanggap darurat. Melakukan diplomasi dengan Arab Saudi untuk perlindungan terhadap TKI kita yang tidak dapat memperbaharui dokumen," kata Anis, ditemui di sela-sela unjuk rasa, Jumat siang.
Penyebab gagalnya para TKI memperbaharui dokumen keimigrasian mereka, lanjut Anis, lantaran kepengurusan Imigrasi di Arab Saudi hanya buka 1 hari dalam satu minggu, yakni pada hari Kamis saja. Sementara tenaga kerja yang bekerja dan mengurus dokumen sangat banyak, bukan hanya berasal dari Indonesia melainkan dari negara lain.
"TKI kita sudah mendapatkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) dari Kedutaan kita. Tetapi, masih perlu validasi data di Imigrasi Arab," ujar
Anis. Peran Kedutaan Indonesia dalam mengeluarkan SPLP bagi TKI, menurutnya, masih lamban. Hal itu mengingatkannya akan kerusuhan yang terjadi di kedutaan besar Indonesia yang berujung pembakaran pada Juli silam.
Di samping itu, untuk memperbaharui dokumen, TKI Indonesia juga mesti mendapat persetujuan dari majikannya. Sebab di Arab Saudi masih menganut sistem Kaffalah.
"Sitem itu seperti sponsorship, di mana TKI yang masuk dan pulang mesti mendapat persetujuan dari majikan itu membuat sulit buruh untuk memproses pembaharuan dokumen mereka," ujar Anis.
Pantauan Migrant Care melalui jaringannya di Arab Saudi, kata Anis, sudah terjadi razia yang dilakukan terhadap para TKI karena tidak dapat memperbaharui dokumen. Razia tersebut menyebabkan ribuan TKI yang tak berdokumen di sana bergerak ke Kedutaan Besar Indonesia di Arab untuk mencari perlindungan.
Akan tetapi, para TKI tersebut justru diarahkan untuk menyerahkan diri menuju Tarhil atau penjara Imigrasi yang berada di Sumaisyi, di Jeddah. "Pada hari pertama, sudah dipenuhi oleh 7.500 buruh tak berdokumen dalam kondisi tanpa pasokan logistik yang memadai, bahkan mereka hanya bertahan dengan meminum air kran toilet," papar Anis.
Dalam aksinya kali ini, pihaknya mendesak agar Pemerintah Arab Saudi tidak melakukan razia dengan cara kekerasan terhadap para TKI tak berdokumen dan memastikan perlakuan terhadap TKI yang berada di penjara imigrasi secara manusiawi. Jalannya aksi unjuk rasa sendiri mendapat pengawalan dari petugas pengaman dalam kedutaan Arab Saudi dan juga aparat kepolisian.
Para pengunjuk rasa membawa spanduk menyerukan "stop kekerasan" dan "save TKI, save Indonesia".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.