Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibaratnya, Posisi Jokowi "Terjepit"...

Kompas.com - 21/02/2014, 08:09 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengamat tata kota Universitas Trisakti, Nirwono Joga, menilai Gubernur Jakarta Joko Widodo berada dalam kondisi terjepit soal pembangunan enam ruas jalan tol. Pasalnya, proyek itu dilaksanakan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang juga telah tertuang dalam salah satu Peraturan Daerah DKI Jakarta. Jokowi jelas tak bisa membatalkannya.

Nirwono menjelaskan, proyek itu diusulkan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) pertama kali tahun 2005 silam. Fungsinya untuk membelah kemacetan di tengah Jakarta, mengingat jalan tol yang ada di Jakarta sebagian besar memiliki rute melingkar. Hanya satu jalan tol yang berada di tengah, yakni Tol Dalam Kota, MT Haryono-Gatot Subroto.

"Setelah perdebatan panjang banyak pihak, akhirnya proyek itu masuk ke dalam Perda Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Jakarta 2030 pada era Foke," ujar Nirwono kepada Kompas.com, Kamis (20/2/2014) kemarin.

"Artinya apa? Karena itu sudah tertuang dalam Perda, gubernur mana pun setelah Foke tidak bisa membatalkan proyek. Maka itu, saya ibaratkan posisi Jokowi saat ini sedang kejepit," lanjutnya.

Di satu sisi, lanjut Nirwono, Jokowi punya pemahaman bahwa penambahan ruas jalan hanya akan mengakomodasi kendaraan pribadi saja dan akhirnya tidak akan menyelesaikan kemacetan. Oleh sebab itu, kuncinya adalah memperbanyak transportasi massal serta memperbaiki manajemen trayeknya. Namun, di sisi lainnya, ia yakin Jokowi tak berdaya di depan pemerintah pusat sehingga proyek senilai Rp 42 triliun itu mau tidak mau disetujui.

Dikutip dari berbagai sumber, proyek itu disebut-sebut adalah bentuk kerja sama antara Indonesia dan Jepang. Diketahui, studi kelaikan proyek dilakukan di Jepang dan dibiayai oleh JICA, perusahaan konstruksi asal Jepang, sejak tahun 2005 hingga tahun 2007.

Disebutkan, JICA telah menghabiskan banyak dana untuk studi kelaikan sehingga proyek itu harus segera dikerjakan. Tahun 2012, Kementerian PU menetapkan PT Jakarta Toll Road Development (TRD) sebagai pemenang proyek. Penetapan itu menuai kritik karena tidak transparan dan dilakukan saat ingar-bingar Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta.

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagyo, mengatakan, pembangunan jalan di Jakarta hanya akan mengorbankan rakyat kecil dan menguntungkan pengembang. Ia mencontohkan proyek Jalan Layang Non-Tol (JLNT) Casablanca-Tanah Abang, Jakarta. Agus menduga proyek tersebut didorong pengembang pusat perbelanjaan agar jalan di depan mal-mal mereka tidak macet.

"Sama halnya sama enam ruas jalan tol. Pesta pora banget itu para pengembang yang dilewati. Sementara rakyat gimana? Banyak yang digusur buat jalan, enggak punya mobil malah nambah jalan dan sebagainya. Ini kebijakan enggak berpihak ke rakyat," ujarnya.

Jokowi diuji

Nirwono mengatakan bahwa Jokowi masih bisa membuktikan diri ke siapa dia berpihak. Apakah menambah kendaraan pribadi yang berujung pada macet atau menambah transportasi massal yang aman dan nyaman di DKI Jakarta, yakni dengan menunda kelanjutan proyek enam ruas jalan tol tersebut.

"Untungnya di Perda itu tak disebut, proyek itu harus dibangun secepatnya. Artinya, Gubernur Jakarta masih bisa menundanya. Alasan penundaan ya sebut saja proyek itu belum mendesak, Jokowi milih mengadakan transportasi massal. Jika demikian, Joko tidak melanggar. Justru kalau batalin, dia salah," ujar Nirwono.

Terlebih lagi, lanjut Nirwono, Jakarta sebagai ibu kota NKRI memiliki undang-undang soal kekhususan kotanya. Artinya, Gubernur DKI berhak untuk tak memberikan izin proyek pihak mana pun. Hanya, kata Nirwono, Jokowi memang perlu diuji, dia berani atau tidak.

Sebelumnya diberitakan, proyek enam ruas jalan tol direncanakan dimulai pertengahan 2014. Enam tol itu ialah Kampung Melayu-Kemayoran (6,6 km), Semanan-Sunter (melalui Rawabuaya) (22,8 km), Kampung Melayu-Duri Pulo (melalui Tomang) (11,4 km), Sunter-Pulogebang (melalui Kelapa Gading) (10,8 km), Ulujami-Tanah Abang (8,3 km), dan Pasar Minggu-Casablanca (9,5 km). Pada awal kepemimpinannya, Jokowi sempat menolak proyek itu dan lebih berkomitmen memperbanyak transportasi masal. Namun, belakangan, Jokowi menyetujui izin pembangunan itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Motor dan STNK Mayat di Kali Sodong Raib, Keluarga Duga Dijebak Seseorang

Motor dan STNK Mayat di Kali Sodong Raib, Keluarga Duga Dijebak Seseorang

Megapolitan
Terganggu Pembangunan Gedung, Warga Bentrok dengan Pengawas Proyek di Mampang Prapatan

Terganggu Pembangunan Gedung, Warga Bentrok dengan Pengawas Proyek di Mampang Prapatan

Megapolitan
Ponsel Milik Mayat di Kali Sodong Hilang, Hasil Lacak Tunjukkan Posisi Masih di Jakarta

Ponsel Milik Mayat di Kali Sodong Hilang, Hasil Lacak Tunjukkan Posisi Masih di Jakarta

Megapolitan
Pakai Seragam Parkir Dishub, Jukir di Duri Kosambi Bingung Tetap Diamankan Petugas

Pakai Seragam Parkir Dishub, Jukir di Duri Kosambi Bingung Tetap Diamankan Petugas

Megapolitan
Sekolah di Tangerang Selatan Disarankan Buat Kegiatan Sosial daripada 'Study Tour' ke Luar Kota

Sekolah di Tangerang Selatan Disarankan Buat Kegiatan Sosial daripada "Study Tour" ke Luar Kota

Megapolitan
RS Bhayangkara Brimob Beri Trauma Healing untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

RS Bhayangkara Brimob Beri Trauma Healing untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana

Megapolitan
KPU Kota Bogor Tegaskan Caleg Terpilih Harus Mundur jika Mencalonkan Diri di Pilkada 2024

KPU Kota Bogor Tegaskan Caleg Terpilih Harus Mundur jika Mencalonkan Diri di Pilkada 2024

Megapolitan
Pemilik Mobil yang Dilakban Warga gara-gara Parkir Sembarangan Mengaku Ketiduran di Rumah Saudara

Pemilik Mobil yang Dilakban Warga gara-gara Parkir Sembarangan Mengaku Ketiduran di Rumah Saudara

Megapolitan
Sebelum Ditemukan Tak Bernyawa di Kali Sodong, Efendy Pamit Beli Bensin ke Keluarga

Sebelum Ditemukan Tak Bernyawa di Kali Sodong, Efendy Pamit Beli Bensin ke Keluarga

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Prioritaskan Warga Jakarta dalam Rekrutmen PJLP dan Tenaga Ahli

Pemprov DKI Diminta Prioritaskan Warga Jakarta dalam Rekrutmen PJLP dan Tenaga Ahli

Megapolitan
Polisi Kesulitan Identifikasi Pelat Motor Begal Casis Bintara di Jakbar

Polisi Kesulitan Identifikasi Pelat Motor Begal Casis Bintara di Jakbar

Megapolitan
Parkir Sembarangan Depan Toko, Sebuah Mobil Dilakban Warga di Koja

Parkir Sembarangan Depan Toko, Sebuah Mobil Dilakban Warga di Koja

Megapolitan
Terminal Bogor Tidak Berfungsi Lagi, Lahannya Jadi Lapak Pedagang Sayur

Terminal Bogor Tidak Berfungsi Lagi, Lahannya Jadi Lapak Pedagang Sayur

Megapolitan
Duga Ada Tindak Pidana, Kuasa Hukum Keluarga Mayat di Kali Sodong Datangi Kantor Polisi

Duga Ada Tindak Pidana, Kuasa Hukum Keluarga Mayat di Kali Sodong Datangi Kantor Polisi

Megapolitan
Dijenguk Polisi, Casis Bintara yang Dibegal di Jakbar 'Video Call' Bareng Aipda Ambarita

Dijenguk Polisi, Casis Bintara yang Dibegal di Jakbar "Video Call" Bareng Aipda Ambarita

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com