Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dana Terbatas, Warga Gandaria Enggan Ikut Program Kampung Deret

Kompas.com - 11/03/2014, 17:00 WIB
Laila Rahmawati

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Sejumlah warga Jakarta mengaku enggan mengikuti program kampung deret yang bertujuan menata kampung di Jakarta belakangan. Alasanya adalah keterbatasan dana. Mereka enggan menomboki kekurangan biaya pembangunan dan keterbatasan dana.

"Satu, saya males nombokin. Kalau duit belum turun atau kurang, kan kita yang mesti nombokin. Padahal, kebutuhan kita juga banyak, bukan cuma itu (rumah) doang," kata Nani, seorang warga RT 2 RW 7 Gandaria Selatan, Jakarta Selatan, Selasa (11/3/2014).

Sementara itu, warga lainnya, Jaliyah, mengaku khawatir dana program kampung deret sebesar RP 54 juta itu terlambat cair.

"Kalau saya ikut kampung deret, terus bagaimana jika uangnya belum turun kayak sekarang ini? Kan saya musti nombokin. Daripada buat nombokin, mending buat biaya kuliah anak saya tahun ini," kata Jaliyah.

Kendati demikian, keduanya mengaku tertarik ikut serta jika program tersebut dilakukan tahun depan. Mereka mengatakan akan menabung agar memiliki dana cadangan.

Program kampung deret di RW 7 Gandaria Selatan ini diikuti oleh 197 kepala keluarga. Pembangunannya sudah dimulai Januari 2014 dan diharapkan selesai dalam jangka tiga bulan. Dana pembangunan diberikan dalam tiga tahap. Saat ini warga Gandaria menunggu pencairan dana tahap III.

Saat ini, program kampung deret tengah disoroti. Ditemukan penyimpangan pada bantuan langsung dari pemerintah kepada warga. Selain itu, model kampung deret juga menuntut biaya tidak sedikit karena kampung kumuh di Jakarta cukup luas.

Seperti warta Kompas, pada pelaksanaan kampung deret di Kebon Singkong, Klender, contohnya, ditemukan pengadaan material bangunan secara kolektif oleh sejumlah warga dengan harga lebih tinggi dibandingkan dengan harga di pasaran. Beberapa warga yang merasa dirugikan menuntut uang mereka dikembalikan.

Di RW 015, Kelurahan Pisangan Timur, Pulogadung, juga ditemukan sejumlah warga penerima program kampung deret diminta membayar tip bagi konsultan 2 persen dari dana bantuan yang diterima, yang bisa mencapai Rp 1 juta.

Peneliti arsitektur dan tata kota Universitas Tarumanagara, Darrundono, mengungkapkan, dengan pendekatan kampung deret, pemerintah harus terus memberikan subsidi untuk renovasi rumah di permukiman padat. Sementara permukiman padat di Jakarta sangat banyak dan tersebar di sejumlah tempat.

Kampung deret yang mengikuti model urban renewal atau peremajaan kota sudah ditinggalkan oleh sejumlah negara antara lain Amerika dan beberapa negara di Eropa. Model itu hanya memoles permukiman padat menjadi cantik, tetapi kualitas hidup warga yang tinggal di dalamnya tidak meningkat.

”Singapura, Hongkong, memang bisa berhasil memindahkan warga ke apartemen. Tetapi ingat, negara itu kecil dan ekonominya maju,” katanya.

Sebaliknya, pada proyek Husni Thamrin tahun 1969, penataan kampung dijalankan dengan perbaikan fasilitas publik, antara lain perbaikan sanitasi dengan memperbaiki saluran air, septic tank, dan penyediaan puskesmas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Megapolitan
Gelar 'Napak Reformasi', Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Gelar "Napak Reformasi", Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Megapolitan
Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Megapolitan
Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Megapolitan
Pelajar SMK Lingga yang Selamat dari Kecelakaan Tiba di Depok, Disambut Tangis Orangtua

Pelajar SMK Lingga yang Selamat dari Kecelakaan Tiba di Depok, Disambut Tangis Orangtua

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Minggu 12 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Minggu 12 Mei 2024, dan Besok : Tengah Malam ini Cerah Berawan

Megapolitan
Teka-teki Kematian Pria dengan Tubuh Penuh Luka dan Terbungkus Sarung di Tangsel

Teka-teki Kematian Pria dengan Tubuh Penuh Luka dan Terbungkus Sarung di Tangsel

Megapolitan
Rute Transjakarta 10B Cipinang Besar Selatan-Kalimalang

Rute Transjakarta 10B Cipinang Besar Selatan-Kalimalang

Megapolitan
Adik Kelas Korban Kecelakaan Bus di Subang Datangi SMK Lingga Kencana: Mereka Teman Main Kami Juga

Adik Kelas Korban Kecelakaan Bus di Subang Datangi SMK Lingga Kencana: Mereka Teman Main Kami Juga

Megapolitan
Orangtua Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang Mendatangi SMK Lingga Kencana

Orangtua Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang Mendatangi SMK Lingga Kencana

Megapolitan
Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Datangi Sekolah, Keluarga Korban Kecelakaan Maut di Ciater: Saya Masih Lemas...

Megapolitan
Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Soal Peluang Usung Anies di Pilkada, PDI-P: Calon dari PKS Sebenarnya Lebih Menjual

Megapolitan
Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Polisi Depok Jemput Warganya yang Jadi Korban Kecelakaan Bus di Ciater

Megapolitan
Warga Sebut Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Dalam Sarung Terdengar Pukul 05.00 WIB

Warga Sebut Suara Mobil di Sekitar Lokasi Penemuan Mayat Dalam Sarung Terdengar Pukul 05.00 WIB

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com