Perbedaan yang paling terasa yakni soal biaya hidup untuk kebutuhan sehari-hari. Setelah pindah ke rusun, warga merasa harga kebutuhan pokok kini jauh lebih mahal.
Seorang warga di Blok E Rusun Komarudin, Lianti (30), mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di rusun, kini ia berbelanja dengan terbatas, berbeda ketika dia tinggal di wilayah Kemayoran.
"Di sini memang apa-apa mahal. Lauk-pauk dan sayur-mayur itu harganya mahal. Berbeda kalau dibandingkan dengan di Kemayoran. Di sana lebih murah," kata Lianti saat berbincang dengan Kompas.com di Rusun Komarudin, Cakung, Jakarta Timur, Selasa (29/4/2014).
Ibu dua anak ini mencontohkan, dulu di Kemayoran, uang Rp 50.000 sudah dapat dibagi untuk transportasi dan jajan anak, serta membeli gas, beras, lauk-pauk dan sayuran. Namun, semenjak tinggal di rusun sekitar dua bulan, ia harus mengirit dengan membeli makan seadanya.
"Ibaratnya, kalau di sana lima puluh ribu sudah bisa sama makan ayam atau makan ikan. Di sana itu murah. Kalau di sini, ya kalau mau boros, Rp 100.000 baru makan daging," ujar Lianti.
Apalagi, uang belanja dari suaminya tidak bertambah. Oleh karenanya, ia berharap bisa disediakan tempat berjualan kebutuhan pokok yang murah di lingkungan sekitar rusun. Sebab, lanjut dia, selama ini warga lainnya berbelanja di pasar di luar rusun yang harganya mahal.
Hal senada diungkapkan Ani (52), warga Kali Sentiong lainnya. "Memang biaya hidup di sini itu mahal. Apalagi suami saya cuma ngojek di sini, penghasilannya tidak menentu," ujar Ani.
Paling sedikit, kata dia, suaminya pernah hanya mendapat uang Rp 7.000 dari mengojek. Paling banyak, hasil mengojek suaminya sehari Rp 150.000.
Meski besaran penghasilan ini tak jauh berbeda dengan di Kemayoran, Ani mengaku biaya hidup keluarganya tidak seberat di rusun. "Kalau di Kemayoran itu murah, soalnya saya bisa belanja di Pasar Inpres," kata dia.
Ani memang tidak bekerja. Dia hanya mengandalkan penghasilan suaminya untuk berbelanja kebutuhan rumah tangga. Sementara di rusun, dia tinggal bertiga, bersama seorang anak laki-laki dan suaminya.
"Anak saya laki yang kedua sudah kerja, enggak di sini. Kalau yang pertama perempuan sudah ikut suaminya," terang Ani.
Meski demikian, kedua warga ini merasa nyaman tinggal di rusun. Sebab, banjir bukan lagi momok yang menjadi ancaman bagi mereka.
"Kalau dulu di Kali Sentiong hampir setiap hari hujan atau kali meluap banjir. Untuk di sini alhamdulillah nyaman," ujar Ani.
Pemprov DKI sebelumnya memindahkan sekitar 200 kepala keluarga dari Kali Sentiong di Rusun Komarudin. Mereka merupakan warga yang terkena program normalisasi pada kali tersebut.
Warga yang dipindahkan dapat menempati rusun dengan biaya gratis selama enam bulan. Setelah itu, mereka akan dibebani biaya sewa berbeda tergantung pada lantai berapa mereka mendapatkan unit rusun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.