Di antara kerumunan penonton, Warisah (63), petugas kebersihan, memunguti botol-botol minuman dan bungkus makanan dari satu blok ke blok lain lalu ia masukkan ke tong sampah.
Bekerja dari pukul 05.00 hingga pukul 13.00, perempuan beranak satu ini diupah Rp 73.000 oleh pengelola taman rekreasi Ancol. Namun, dengan adanya pesta kemerdekaan, dia harus lembur hingga petang memungut sampah. Jika ada acara kolosal, sampah bisa mencapai belasan ton. Warisah tidak mengeluh karena tidak sempat ikut merayakan dan tak mengetahui jumlah tambahan upah lembur.
Kemerdekaan seakan jauh dari kehidupannya. Dengan upah sebesar itu, ia hanya cukup membiayai makan sehari-hari dan membayar sewa rumah petak berdinding tripleks dengan ukuran 1,5 meter x 4 meter seharga Rp 400.000 per bulan.
Meski begitu, dia mensyukuri pekerjaannya. ”Hal terpenting adalah keluarga saya bisa makan dan sehat,” ujar Warisah. Itulah makna kemerdekaan baginya.
Warisah merupakan satu dari ribuan pekerja kebersihan di DKI Jakarta yang setiap hari, memungut sampah warga Ibu Kota, yang oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta, volumenya ditaksir mencapai 5.000 ton-6.000 ton per hari.
Warisah cukup beruntung karena upahnya dibayar rutin setiap awal bulan. Pekerja kebersihan di Taman Fatahillah, Kota Tua, Jakarta Barat, mengalami nasib lebih buruk. Sebut misalnya, Wahid Mansyur (40), salah satu pekerja kebersihan di tempat tersebut.
Ayah satu anak ini bercerita, gaji sempat tidak dibayar selama tiga bulan mulai Maret hingga Mei. Padahal, gaji per bulan sebanyak Rp 2,4 juta. Dalam jangka waktu selama itu, Wahid tetap bekerja. Untuk bertahan hidup, dia mencoba berdagang minuman ringan.
”Teman-teman dari Komunitas Manusia Batu dan Sepeda Onthel turut membantu dengan menyisihkan sebagian pendapatan mereka untuk kami,” ujar Wahid. Saat ini pun, gaji bulan Agustus belum turun.
Di Taman Fatahillah, ada 10 pekerja kebersihan. Mereka bekerja setiap hari, pukul 05.00-13.00, termasuk membersihkan taman. Sampah yang dikumpulkan selama itu mencapai 2-4 gerobak. Kapasitas setiap gerobak mencapai 1 ton. ”Seusai acara peringatan kemerdekaan hari ini, sampah bisa menumpuk hingga 4 gerobak,” ujar Wahid. Hari itu, Taman Fatahillah digunakan sebagai lokasi peluncuran KPK TV.
Belum merdeka
Setali tiga uang, nasib Wasani (45) pun belum merdeka. Pria yang menjadi tukang sampah di daerah Jembatan Lima, Jakarta Barat, sejak 1985 itu bertugas mengangkut sampah dari rumah warga di RW 001, Kelurahan Tanah Sereal, Tambora.
Wasani bekerja 11 jam sehari, pukul 07.00-18.00. Pekerjaannya membutuhkan waktu lama karena ia harus berhenti dan mengambil sampah dari tiap rumah, semua dilakukannya sendiri. Setiap hari Wasani mengumpulkan 1,5 ton sampah dari warga.
”Seharusnya ada dua orang untuk satu RW, tetapi karena orangnya tidak ada, jadi saya sendiri,” kata Wasani. Karena menanggung beban pekerjaan dua orang, Wasani menerima upah juga untuk dua orang, totalnya Rp 400.000 per bulan, tanpa uang makan atau tunjangan apa pun.
Jumlah tersebut tidak berarti banyak dibandingkan dengan biaya hidup di Jakarta. Mereka merasa belum merdeka meski republik ini ini sudah berusia 69 tahun. (A05/*)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.