Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tuntutan Rendah Senior Dimas, Jaksa Mengaku Galau

Kompas.com - 08/09/2014, 18:57 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) Wahyu Oktaviandi mengaku "galau" sebelum memutuskan untuk menuntut tiga terdakwa perkara penganiayaan yang menewaskan  taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Dimas Dikita Handoko.

Wahyu menuntut para terdakwa penganiayaan Dimas dengan 4 tahun penjara, jauh lebih rendah dari dakwaan sebelumnya yakni 15 tahun penjara.

Menurut Wahyu, sejumlah fakta dalam persidangan tidak menunjukkan bukti yang mencukupi untuk menjerat para terdakwa dengan sejumlah pasal lain. Tiga terdakwa pada akhirnya didakwa dengan pasal 351 ayat 1 dan ayat 3 mengenai penganiayaan.

"Saya galau tidak bisa tidur dua hari ini. Saya enggak bisa mengalihkan ke pasal di atasnya, karena memang tidak terbukti di fakta persidangan," kata Wahyu, kepada wartawan, di PN Jakarta Utara, Senin (8/9/2014) sore.

Wahyu mengaku, sudah sempat menyampaikan hal tersebut kepada pihak keluarga. Kepada keluarga Dimas, dia mengatakan putusannya itu telah sesuai dengan fakta persidangan.

"Satu lagi, pertimbangan saya memang tidak ada niat dari mereka untuk membunuh. Karena yang bawa (korban) ke RS mereka (terdakwa) juga," ujar Wahyu.

Wahyu melanjutkan, sejumlah pasal lain yang tidak diterbukti dalam fakta persidangan yakni pasal 355 KUHP tentang penganiayaan berat secara terencana.

Para terdakwa, lanjutnya, mengundang korban untuk membahas acara ke Bogor. "Tapi karena datangnya telat, lalu terjadilah penganiayaan itu. Yang (pasal) 170 (KUHP) itu unsur di muka umumnya tidak terbukti. Kejadian di lantai dua kosan, jadi orang tidak bisa melihat langsung," ujar Wahyu.

Selain itu, hasil visum juga menunjukan pukukan di ulu hati korban bukan menjadi penyebab kematian. Hasil visum, ungkap Wahyu, menyatakan kematian korban yakni akibat benturan di bagian kepala belakang.

Ia mengaku sudah mencecar teman-teman Dimas yang menjadi saksi kejadian itu. Namun, para saksi menyatakan tidak ada benturan yang dimaksud. Selain itu, para terdakwa juga menjelaskan bahwa sebelum korban jatuh akibat dipukul, para terdakwa menangkap korban.

"Benturan kepalanya itu yang tidak terungkap di fakta persidangan. Dan pengakuan korban semua, tidak ada benturan di kepala," ujar Wahyu.

Seperti diketahui, Dimas dan beberapa temannya dianiaya oleh beberapa seniornya di sebuah rumah kos di Semper Barat, pada 25 Juni 2014 lalu. Akibat penganiayaan itu Dimas meninggal dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com