Kemarin (7/10), Sulaiman Tanudjaja (46), ditemukan tewas di pelataran Menara BCA, Jalan MH Thamrin, Jakpus. Direktur Utama perusahaan alat elektronik di Cengkareng, Jakarta Barat, itu diduga terjun bebas dari lantai 56 Menara BCA.
Sebelum menyentuh tanah, tubuh Sulaiman sempat menghantam kanopi menara. Tubuh Sulaiman juga menimpa mobil Toyota Kijang Innova bernomor pelat B 1329 SOT.
Menurut salah seorang karyawan perusahaan itu, setiap Selasa Sulaiman memimpin rapat penjualan di kantornya. Namun, kemarin siang, Sulaiman tak kunjung datang ke kantor. Ia kemudian diketahui tewas.
Perusahaan yang dikelola Sulaiman mempekerjakan sekitar 70 orang. ”Saat ini, ada beban penjualan barang-barang elektronik senilai Rp 1 miliar. Kalau dia meninggal, bagaimana nasib karyawan?” ujarnya.
Kepolisian Sektor Menteng sudah memeriksa empat saksi, mengumpulkan barang bukti, dan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP).
”Motif bunuh diri belum dapat dipastikan. Kami masih berusaha mencari tahu apa penyebab Sulaiman mengakhiri hidupnya sendiri,” kata Kapolsek Menteng Ajun Komisaris Besar Gunawan.
Empat kali
Kasus Sulaiman menambah panjang daftar kasus bunuh diri di Jakarta dan sekitarnya. Dalam sebulan terakhir, tiga orang tercatat tewas bunuh diri. Motif dan caranya bermacam-macam.
Selasa (30/9) lalu, misalnya, seorang pensiunan TNI diduga bunuh diri karena terimpit tekanan ekonomi. Ia ditemukan tewas di Jalan Tol Jakarta-Merak, Cikupa, Kabupaten Tangerang. Sebelumnya, Jumat (12/9), seorang karyawan percetakan bunuh diri di rumah kontrakannya, Kampung Pluis, Jaksel.
Pada Senin (8/9), pasien RS di Bogor tewas bunuh diri setelah terjun dari ketinggian 30 meter proyek Hotel The Arch, Bogor. Ia diduga depresi karena mengidap penyakit wasir akut.
Banyak faktor
Psikiater konsultan di RSUD Dr Soetomo Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, Nalini Muhdi, mengatakan, kasus bunuh diri marak terjadi di dunia. Dalam satu tahun, setidaknya satu juta orang meninggal karena bunuh diri. ”Adapun orang yang mencoba bunuh diri jumlahnya bisa ratusan kali lipat,” ujarnya.
Nalini mengatakan, penyebab bunuh diri bukan faktor tunggal yang dapat disederhanakan. ”Kita tidak bisa melihat impitan ekonomi atau ditinggal seseorang yang dicintai sebagai satu-satunya penyebab,” kata Nalini.
Di kota besar, maraknya kasus bunuh diri terjadi, antara lain, karena ketatnya persaingan mendapat hidup layak serta melemahnya keterikatan sosial di masyarakat. Masyarakat Indonesia umumnya memiliki keterikatan sosial yang tinggi. Namun, karena kesibukan sehari-hari, banyak orang tidak memiliki waktu luang untuk bersosialisasi dengan keluarga atau rekan kerja.
Tingkat stres yang tinggi dan terjadi terus menerus juga dapat membuat seseorang merasa terimpit. Antara lain, akibat kemacetan parah, tempat tinggal yang terlalu padat, dan ketidakpastian status pekerjaan.
Untuk mencegah bertambahnya korban bunuh diri, ujar Nalini, pemahaman masyarakat perlu ditingkatkan. ”Kasus bunuh diri tidak bisa digeneralisasi karena faktor lemahnya iman. Ini juga menyangkut depresi, harus disembuhkan. Perlu kerja sama semua pihak,” ujarnya. (A06/A14)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.