"Pekerjaan rumah (PR) Pemprov DKI masih segudang. Banyak laporan program yang gagal dan dapat rapor merah," kata pria yang akrab disapa Sani itu.
Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menjelaskan beberapa program yang gagal. Seperti lelang jabatan lurah camat, kawasan pasar Tanah Abang yang kembali semrawut, laporan keuangan DKI yang menurun dari opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP), gagalnya Pemprov DKI meraih Piala Adipura, dan lainnya.
Reformasi birokrasi yang dijalankan DKI melalui seleksi atau lelang jabatan, menurut dia, gagal. Sebab, tak sedikit lurah camat hasil lelang jabatan yang terjerat tindak pidana korupsi. Selain itu, perombakan beberapa pejabat DKI tidak membuat kemajuan, seperti misalnya Dinas Perumahan dan Gedung Pemda DKI serta Dinas Pekerjaan Umum.
"Selain itu, serapan anggaran tidak bisa terserap dengan baik dan menyebabkan tidak adanya pembangunan infrastruktur. Muncul lagi, kasus transjakarta yang menyeret pejabat DKI ke ranah hukum," kata Sani.
Sementara untuk penanggulangan kemacetan, Pemprov DKI belum dapat berbuat banyak. Tahun ini, Pemprov DKI membatalkan pengadaan transjakarta dan bus sedang. Program penanggulangan kemacetan lainnya, seperti sistem jalan berbayar melalui ERP dan parkir berbayar belum dapat dikatakan berhasil. Sebab, kedua program itu baru diujicoba.
Untuk program jangka panjang, proyek mass rapid transit (MRT) baru dapat dinikmati warga Jakarta pada tahun 2018 mendatang. "Monorel juga tidak jelas bagaimana kelanjutannya. Program lainnya seperti ERP juga masih tahap ujicoba," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.