Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Sosial Arsyad Masih Jadi Pertimbangan

Kompas.com - 04/11/2014, 13:23 WIB
Adysta Pravitra Restu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tersangka kasus penghinaan terhadap Joko Widodo, Muhammad Arsyad (24), ternyata belum menjalani hukuman sosial dari warga sekitar tempat tinggalnya di Jalan H Jum RT 09/01, Kampung Rambutan, Ciracas, Jakarta Timur.

Sampai saat ini, hukuman itu masih dibicarakan sebelum disepakati, baik oleh warga maupun Arsyad. "Karena tadi buru-buru ke Mabes Polri untuk pemeriksaan, jadinya tidak lakukan hukuman itu," kata Fachrul Rohman, seorang pemuda yang selama ini mewakili keluarga Arsyad dalam kasus ini, Selasa (4/11/2014).

Sebelumnya, setelah Arsyad mendapat penangguhan penahanan pada Senin (3/11/2014), warga bersepakat untuk memberikan hukuman sosial kepada Arsyad karena menghina Jokowi. Hukuman itu berupa mengepel mushala setiap pagi selama seminggu.

Namun, karena pagi tadi Arsyad diperiksa di Mabes Polri, dia urung menjalani hukuman itu. Fachrul mengungkapkan, penjaga mushala (marbot) berniat mengubah hukuman sosial terhadap Arsyad.

"Marbot bilang kalau hukuman buat Arsyad jangan mengepel pagi karena itu sudah jadi tanggung jawab marbot. Marbot minta untuk membantu proyek mushala (yang akan memasang kubah masjid) pada malam hari saja," tutur Fachrul.

Namun, hal itu sulit dilakukan karena Arsyad ingin kembali bekerja di warung sate Pak Haji, tempat dia selama ini mencari nafkah. Warung sate itu ramai pembeli pada malam hari dan menurut Arsyad, Pak Haji membutuhkan bantuannya.

Aryad bekerja di warung sate itu pukul 10.00-24.00 WIB. Arsyad tidak hanya menjadi tukang tusuk sate, ia sesekali membantu belanja keperluan dagang si pemilik warung sate hingga mengipasi sate yang dibakar di atas arang.

"Saya bilang susah kalau malam Arsyad kerja. Marbot punya cara lain lagi. Katanya mau kasih hukuman biar dia rajin ke mushala, bukan dengan pekerjaan fisik," ungkap dia.

Fachrul mengatakan, marbot meminta Arsyad tepat waktu dalam melaksanakan ibadah shalat. Hukuman sosial itu harus dijalankan Arsyad dengan menginjakkan kaki di Mushala Darussalam tepat setiap kali azan berkumandang dengan begitu dia juga ikut shalat berjemaah.

"Dengan gitu, Arsyad rajin datang ke mushala," ucap Fachrul.

Sementara itu, Ketua RW 01 Juli Karyadi mengatakan, dia belum mengetahui adanya perubahan hukuman sosial terhadap Arsyad. Hingga kini, Juli hanya mengetahui hukuman sosial Arsyad dengan mengepel mushala tiap pagi selama seminggu.

"Kalau memang ada perubahan, itu butuh pertimbangan. Ini kan permintaan warga soal hukuman sosial. Kalau marbot minta itu, nanti dibicarakan dan cari kesepakatan, keputusan warga dulu," tutur Juli kepada Kompas.com di lokasi berbeda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Ada 292 Aduan Terkait Pembayaran THR 2024 Lewat Website Kemenaker

Megapolitan
Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Bantah Gonta-ganti Pengurus Tanpa Izin, Ketua RW di Kalideres: Sudah Bersurat ke Lurah

Megapolitan
Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Pelaku Pelecehan Payudara Siswi di Bogor Diduga ODGJ, Kini Dibawa ke RSJ

Megapolitan
Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Longsor di New Anggrek 2 GDC Depok, Warga: Sudah Hubungi Semua Pihak, Tidak Ada Jawaban

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Fahira Idris Minta Jemaah Haji Jaga Kondisi Fisik

Megapolitan
Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Mahasiswa Dikeroyok di Tangsel, Setara Institute Minta Hentikan Narasi Kebencian Pemicu Konflik

Megapolitan
Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Khawatir Kalah karena Politik Uang, Hanya 1 Kader PKB Daftar Pilkada Bogor

Megapolitan
Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Dari 11, 4 Aduan Pekerja di Jakarta Terkait Pembayaran THR 2024 Telah Ditindaklanjuti

Megapolitan
Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Ketum PITI Diperiksa Polisi Terkait Laporan Terhadap Pendeta Gilbert

Megapolitan
Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Lurah di Kalideres Tak Masalah jika Digugat soal Penonaktifan Ketua RW, Yakin Keputusannya Tepat

Megapolitan
Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Polisi Selidiki Kepemilikan Pelat Putih Mobil Dinas Polda Jabar yang Kecelakaan di Tol MBZ

Megapolitan
Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Hanya 1 Kader Daftar Pilkada Bogor, PKB: Khawatir Demokrasi Rusak seperti Pemilu

Megapolitan
Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Pemkot Tangsel Bakal Evaluasi Ketua RT-RW Imbas Pengeroyokan Mahasiswa

Megapolitan
Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Meski Tersangka Sudah Ditetapkan, Polisi Sebut Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP Belum Final

Megapolitan
Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, 'Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan'

Mengingat Lagi Pesan yang Ada di STIP, "Sekolah Ini Akan Ditutup Jika Terjadi Kekerasan"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com