Juru bicara MUI Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan, berdasarkan penghitungan Lembaga Demografi Universitas Indonesia, cukai rokok sekian ratus triliun yang masuk ke kas negara setiap tahunnya tidak sebanding dengan biaya yang harus dikeluarkan negara untuk mengobati orang yang terkena penyakit akibat rokok.
"Ada pepatah Jawa yang bahasa Indonesianya berarti 'ingin mencari jarum malah kehilangan kapak," kata Ni'am saat acara soft launching buku "Fatwa MUI Tematik", di toko buku Gramedia Jalan Margonda, Depok, Kamis (29/1/2015).
Masih menurut penghitungan Lembaga Demografi UI, Ni'am menyebutkan bahwa saat ini deretan pengusaha terkaya di Indonesia adalah pengusaha rokok. Namun, hal itu sebanding dengan kesejahteraan petani tembakau.
"Ketika ada fatwa haram rokok, yang disuruh maju demo petani tembakau. Padahal apakah ada petani tembakau yang kaya? Impossible," ujar Ni'am.
Tidak hanya itu, kata Ni'am, berdasarkan pengamatan di lapangan, MUI mendapati tingkat konsumsi rokok yang tinggi justru terjadi pada keluarga miskin dan tidak terdidik. Hal sebaliknya terjadi pada keluarga kaya dan terdidik.
"Semakin miskin seseorang, semakin tinggi frequensi merokoknya. Dan semakin dia terdidik, maka semakin kecil pula frekuensi merokoknya. Artinya orang yang miskin dan sakit-sakitan dieksploitasi untuk merokok, dan disedot kekayaannya oleh pengusaha rokok. Tiba-tiba pengusaha rokok datang sebagai pahlawan, olahraha disponsori. Itu kan tipu-tipu," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.