Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mediasi Buntu, Kegiatan Terganggu

Kompas.com - 06/03/2015, 14:09 WIB
JAKARTA, KOMPAS — Rapat mediasi antara Pemerintah Provinsi dan DPRD DKI Jakarta yang digelar Kementerian Dalam Negeri, Kamis (5/3), berakhir buntu. Kedua pihak bersikukuh dengan APBD versi masing-masing. Kebuntuan terjadi pada saat kegiatan operasional pemerintah di tingkat terbawah mulai terganggu.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyatakan masih menunggu hasil penetapan Kementerian Dalam Negeri atas Rancangan APBD 2015. Kemendagri menyatakan akan memutuskan Rancangan APBD DKI paling lambat 13 Maret.

Gubernur Basuki Tjahaja Purnama memastikan semua pelayanan publik, terutama di bidang kesehatan, pendidikan, dan sarana umum, tidak terganggu dengan menggunakan anggaran yang mendahului.

Basuki menyatakan, pihaknya telah merancang risiko akibat molornya pembahasan APBD 2015. Dia memastikan pelayanan dasar warga DKI Jakarta tidak terganggu, terutama layanan kesehatan, pendidikan, serta penanganan sampah, jalan rusak, dan genangan.

Namun, dia mengakui molornya penetapan APBD berdampak terhadap keterlambatan pembayaran tunjangan kinerja daerah bagi pegawai negeri sipil.

”Semua (pelayanan publik) tetap berjalan. Proses tender (untuk proyek pembangunan atau pengadaan barang dan jasa) juga sudah dimulai. Silakan saja yang mau ikut tender,” ujarnya.

Namun, kegiatan operasional pemerintah di tingkat terbawah mulai terganggu. Sejumlah aparat di tingkat kecamatan dan kelurahan mendesak pemerintah segera mengambil sikap terkait kisruh APBD DKI ini.

Desakan itu disampaikan karena sudah tiga bulan terakhir kegiatan operasional pelayanan harus ditanggung secara pribadi oleh sejumlah pejabat. Seperti dituturkan Camat Kepulauan Seribu Utara, Agus Setiawan, yang menalangi beberapa pengeluaran di kecamatan.

”Bersama teman-teman, kami menanggung biaya listrik, air, dan alat tulis kantor, juga untuk membayar gaji tenaga kontrak. Tentunya agar pelayanan tetap berjalan,” ujar Agus.

Agus menambahkan, untuk sementara pihaknya masih bisa menalangi kebutuhan operasional tersebut. Namun, jika kisruh ini berjalan terlalu lama, beban mereka akan semakin berat.

Hal senada diutarakan Masud Hamid, Lurah Pulau Tidung, Kepulauan Seribu. Menurut Masud, dalam tiga bulan terakhir, ia dan aparat kelurahan lain telah mengeluarkan anggaran pribadi sebesar Rp 80 juta untuk menanggulangi biaya operasional.

”Apalagi minggu ini kami mengadakan festival di pulau. Tentu anggarannya besar dan tidak bisa menunggu APBD disahkan terlebih dahulu,” ucap Masud.

Ia pun berharap agar APBD yang disahkan adalah anggaran yang sesuai e-budgeting. Pasalnya, dalam anggaran versi DPRD, total anggaran Kelurahan Pulau Tidung dipotong Rp 520 juta dari total anggaran sekitar Rp 4,9 miliar sesuai input di katalog.

”Semua dipotong, termasuk honor ketua RT/RW, dan tenaga kontrak. Belum lagi kegiatan aspirasi masyarakat dalam musrenbang. Kalau dikurangi, tentu harus disusun ulang lagi yang akan membuat program berubah,” tambah Masud.

Hal itu dibenarkan Bupati Kepulauan Seribu Tri Djoko Margianto. ”Dana siluman di APBD tidak ada di wilayah kami. Akan tetapi, dana kecamatan, dinas, dan kelurahan terpotong sekitar 10 persen,” ucapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Perundungan Siswi SMP di Bogor, Polisi Upayakan Diversi

Kasus Perundungan Siswi SMP di Bogor, Polisi Upayakan Diversi

Megapolitan
Disdik DKI Akui Kuota Sekolah Negeri di Jakarta Masih Terbatas, Janji Bangun Sekolah Baru

Disdik DKI Akui Kuota Sekolah Negeri di Jakarta Masih Terbatas, Janji Bangun Sekolah Baru

Megapolitan
Polisi Gadungan yang Palak Warga di Jaktim dan Jaksel Positif Sabu

Polisi Gadungan yang Palak Warga di Jaktim dan Jaksel Positif Sabu

Megapolitan
Kondisi Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Sudah Bisa Berkomunikasi

Kondisi Siswa SMP di Jaksel yang Lompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah Sudah Bisa Berkomunikasi

Megapolitan
Polisi Gadungan di Jaktim Palak Pedagang dan Warga Selama 4 Tahun, Raup Rp 3 Juta per Bulan

Polisi Gadungan di Jaktim Palak Pedagang dan Warga Selama 4 Tahun, Raup Rp 3 Juta per Bulan

Megapolitan
Pelajar dari Keluarga Tak Mampu Bisa Masuk Sekolah Swasta Gratis Lewat PPDB Bersama

Pelajar dari Keluarga Tak Mampu Bisa Masuk Sekolah Swasta Gratis Lewat PPDB Bersama

Megapolitan
Dua Wilayah di Kota Bogor Jadi 'Pilot Project' Kawasan Tanpa Kabel Udara

Dua Wilayah di Kota Bogor Jadi "Pilot Project" Kawasan Tanpa Kabel Udara

Megapolitan
Keluarga Korban Begal Bermodus 'Debt Collector' Minta Hasil Otopsi Segera Keluar

Keluarga Korban Begal Bermodus "Debt Collector" Minta Hasil Otopsi Segera Keluar

Megapolitan
Masih di Bawah Umur, Pelaku Perundungan Siswi SMP di Bogor Tak Ditahan

Masih di Bawah Umur, Pelaku Perundungan Siswi SMP di Bogor Tak Ditahan

Megapolitan
Polisi Gadungan di Jaktim Tipu Keluarga Istri Kedua Supaya Bisa Menikah

Polisi Gadungan di Jaktim Tipu Keluarga Istri Kedua Supaya Bisa Menikah

Megapolitan
Ini Berkas yang Harus Disiapkan untuk Ajukan Uji Kelayakan Kendaraan 'Study Tour'

Ini Berkas yang Harus Disiapkan untuk Ajukan Uji Kelayakan Kendaraan "Study Tour"

Megapolitan
Siswa SMP Lompat dari Gedung Sekolah, Polisi: Frustasi, Ingin Bunuh Diri

Siswa SMP Lompat dari Gedung Sekolah, Polisi: Frustasi, Ingin Bunuh Diri

Megapolitan
5 Tahun Diberi Harapan Palsu, Sopir Angkot di Jakut Minta Segera Diajak Gabung ke Jaklingko

5 Tahun Diberi Harapan Palsu, Sopir Angkot di Jakut Minta Segera Diajak Gabung ke Jaklingko

Megapolitan
Seorang Perempuan Luka-luka Usai Disekap Dua Pria di Apartemen Kemayoran

Seorang Perempuan Luka-luka Usai Disekap Dua Pria di Apartemen Kemayoran

Megapolitan
Korban Begal Bermodus 'Debt Collector' di Jaktim Ternyata Tulang Punggung Keluarga

Korban Begal Bermodus "Debt Collector" di Jaktim Ternyata Tulang Punggung Keluarga

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com