Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Kisruh APBD, Warga Keluhkan Macet dan Banjir ...

Kompas.com - 24/03/2015, 07:49 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sudah berminggu-minggu Pemerintah Provinsi (Pemprov) dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) DKI Jakarta saling silang pendapat soal APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) tahun 2015.

Perhatian masyarakat dan awak media pun seakan tertuju pada konflik yang mencuat pada beberapa tokoh, seperti Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan sejumlah anggota dewan.

Namun di balik benang kusut masalah APBD, ada masalah lain yang mengintai Jakarta setiap harinya. Masalah-masalah tersebut merupakan hal klasik, tetapi sedikit demi sedikit semakin mengusik kehidupan orang-orang yang ada di Jakarta.

Macet, banjir, dan kenaikan harga. Tiga poin itu adalah keluhan masyarakat paling mengemuka ketika ditanya tentang permasalahan yang paling dirasakan di Jakarta. Poin-poin itu didapat dari hasil penelitian oleh lembaga survei Populi Center bertajuk "Kinerja Pemerintah dan Tokoh Politik di Mata Masyarakat Jakarta".

Survei ini digelar pada 11-15 Maret 2015 di seluruh wilayah DKI Jakarta. Survei yang bersifat lokal ini menggunakan metode penarikan sampel yang sesuai kaidah probability sampling. Selain itu, dilakukan wawancara tatap muka dengan total 1.000 responden yang dipilih acak dengan margin of error /- 3,09 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen.

Dari total responden, 29,9 persen menyatakan macet sebagai masalah utama Jakarta. Disusul dengan banjir sejumlah 23,8 persen, lalu kenaikan harga 10,8 persen, dan masalah lainnya.

Data ini sejalan dengan kondisi real di lapangan. Kemacetan semakin menjadi terutama di tempat-tempat yang memiliki kekeliruan pembangunan infrastruktur dan tempat yang sedang mengalami pembangunan. Contoh tempat yang sedang ada pembangunan adalah Ciledug (Tangerang) dan Cipulir (Jakarta Selatan).


Dua tempat yang berdekatan itu kini menjadi lahan proyek pembangunan jalan layang (flyover) bus transjakarta Koridor XIII dan beberapa gedung milik pengembang properti. Akibat pembangunan di sana, beberapa ruas terdapat penyempitan jalan hingga dua sampai lima meter.

Arus keluar masuknya kendaraan berat ke area pembangunan turut jadi penyebab tersumbatnya lalu lintas di jalan penghubung Tangerang-Jakarta dan sebaliknya itu.

Untuk kekeliruan pembangunan secara infrastruktur, warga merasakannya di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan. Maraknya pembangunan gedung perkantoran yang tidak disertai dengan ketersediaan angkutan umum terintegrasi juga jadi biang macet parah di sana.

Selanjutnya, banjir sempat dirasakan masyarakat Jakarta beberapa hari terakhir. Hujan yang mulai mengguyur dari sore ke malam pun sudah bisa membuat genangan di banyak tempat.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI mencatat setidaknya ada 12 titik genangan usai hujan lebat, Minggu (22/3/2015). Kedalamannya pun bervariasi, mulai 10 hingga 50 sentimeter.

Seringnya genangan muncul ikut membuat fisik jalan cepat rusak dan membuat lubang semakin banyak di jalan-jalan Ibu Kota. Masalah yang kompleks itu tidak berdiri sendiri. Ditambah lagi dengan permasalahan APBD 2015, program-program unggulan DKI untuk mengentaskan macet dan banjir terganggu dan dikhawatirkan tidak berjalan maksimal.

"Berhubungan dengan program kerja. Belum banyak yg bisa dilakukan oleh Ahok (sapaan Basuki) dalam pembangunan secara umum. Sekarang masuk di bulan Maret akhir. Waktu hanya April sampai Desember di tahun anggaran ini, riskan untuk pekerjaan-pekerjaan fisik," tutur pengamat tata kota Nirwono Joga kepada Kompas.com, Selasa (24/3/2015).

Joga berkaca pada rendahnya penyerapan anggaran di SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) DKI zaman Gubernur Joko Widodo. Saat itu, menurut Joga, merupakan penyerapan anggaran terendah selama 30 tahun terakhir di Jakarta. Dia pun mengkhawatirkan tahun ini penyerapan anggaran akan kembali rendah yang berdampak pada tidak maksimalnya realisasi program-program DKI.

"Kalau sekarang terjadi (penyerapan anggaran rendah), berarti masuk tahun ketiga. Kinerja umum jadi kurang baik. Ujung-ujungnya penanggulangan macet dan banjir tidak akan terlaksana secara total," tambah Joga.

Faktor lain agar program DKI bisa berjalan adalah dukungan dari DPRD. Meski demikian, ujar Joga, sampai sekarang belum ada niat baik dari Basuki untuk menjalin komunikasi dengan DPRD. Hal ini juga yang disebut berpotensi mengganggu pelaksanaan program-program lain ke depannya.

"Reformasi birokrasi memang sudah berjalan, tapi tolong diikuti dengan kinerja baik dari DPRD. Suka tidak suka, Pak Ahok harus bangun komunikasi yang baik dengan DPRD," jelas Joga.

Waktu Pemprov DKI tidak banyak. Jika sebelum masa jabatan Basuki habis di tahun 2017 dan belum ada perubahan, masyarakat bisa jadi ragu memilih kembali mantan Bupati Belitung Timur itu sebagai Gubernur.

Dua tahun terakhir ini juga harus dimanfaatkan secara maksimal. Selain masalah yang dihadapi masyarakat, Pemprov DKI punya target menyelesaikan persoalan macet dan pembangunan lain menjelang pelaksanaan Asian Games di tahun 2018.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Rute KA Argo Cheribon, Tarif dan Jadwalnya 2024

Megapolitan
Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Polisi Grebek Laboratorium Narkoba di Perumahan Elite Kawasan Sentul Bogor

Megapolitan
Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Bau Sampah Terasa Menyengat di Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Ini Tujuan Benyamin Ikut Penjaringan Bakal Cawalkot Tangsel di Tiga Partai Rival

Megapolitan
Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Usaha Dinsos Bogor Akhiri Perjalanan Mengemis Rosmini dengan Telusuri Keberadaan Keluarga

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Sempat Tinggalkan Jasad Korban di Hotel

Megapolitan
Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Dipecat karena Dituduh Gelapkan Uang, Ketua RW di Kalideres: Buat Apa Saya Korupsi Kalau Datanya Lengkap

Megapolitan
Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Sudah Sepi Pembeli, Uang Retribusi di Lokbin Pasar Minggu Naik 2 Kali Lipat

Megapolitan
Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Benyamin-Pilar Kembalikan Berkas Penjaringan Pilkada Tangsel, Demokrat Sambut dengan Nasi Kebuli

Megapolitan
Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Sehari Berlalu, Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Belum Ditemukan

Megapolitan
Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Polisi Masih Observasi Kondisi Kejiwaan Anak yang Bacok Ibu di Cengkareng

Megapolitan
Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Pedagang Sebut Lokbin Pasar Minggu Sepi karena Lokasi Tak Strategis

Megapolitan
Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Ini Kantong Parkir Penonton Nobar Timnas Indonesia U-23 Vs Irak U-23 di Monas

Megapolitan
Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Golkar Depok Ajukan Ririn Farabi Arafiq untuk Maju Pilkada 2024

Megapolitan
Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Jasad Bayi Tergeletak di Pinggir Tol Jaksel

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com