Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 11/08/2015, 15:18 WIB
JAKARTA, KOMPAS — Hingga Senin (10/8), tim penyidik Kepolisian Daerah Metro Jaya belum menemukan bukti ada orang kedua, selain AW (39), yang terlibat dalam pembunuhan Hayriantira (37) atau biasa dipanggil Rian. AW konsisten mengakui membunuh korban karena sakit hati dan kemudian menguasai harta korban.

"Semalam kami melakukan interogasi ulang dengan berbagai teknik penyidikan yang kami miliki. Hasilnya, apa yang disampaikan AW masih sama. Kebanyakan keterangannya masih sesuai dengan yang lama," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Krishna Murti, kemarin.

Senin pagi, AW menjalani proses berita acara lanjutan dalam perkara dugaan pemalsuan dokumen yang dilaporkan seorang manajer gerai mobil di Depok. Dalam pemberkasan untuk kepentingan hukum itu, AW juga menjelaskan pembunuhan yang dilakukannya terhadap Hayriantira, pemilik mobil Honda Mobilio B 1277 EOA. Mobil itu dibeli korban di gerai mobil tersebut dan dikuasai AW setelah memperdaya gerai mobil dengan dokumen palsu.

Setelah itu, lanjut Krishna, tim penyidik kembali melakukan gelar perkara kasus pembunuhan terhadap Hayriantira. Kemudian, diputuskan membuat laporan polisi baru model A, atau LP Model A, yang pelapornya adalah polisi dan tersangkanya AW dengan dugaan melakukan pembunuhan terhadap Rian.

"Jadi, polisi sebagai pelapor karena polisi yang menyelidiki kasus penggelapan dokumen dan menemukan ada kasus pembunuhan. Dengan demikian, leading sector penyidiknya adalah Polda Metro Jaya, tetapi penyidik dari Polres Garut, Jawa Barat, dili-batkan," katanya.

Dalam penyidikan perkara pembunuhan itu, lanjut Krisna, diarahkan pada hubungan tersangka dengan korban, yakni mulai dari perkenalan keduanya sampai korban menghilang. Untuk itu, penyidik akan mencari dan memanggil saksi-saksi yang mengenal korban.

Saksi-saksi tersebut adalah keluarga korban, mantan suami korban, serta teman dan atasan korban saat bekerja di perusahaan operator seluler. Semua keterangan saksi dan alat bukti lain disiapkan untuk berjaga-jaga jika AW mencabut pengakuannya membunuh Hayriantira.

Mengenai informasi bahwa keluarga korban diancam, Krishna mengatakan, memang ada pesan singkat yang masuk ke telepon ibu korban yang seolah-olah seseorang akan membunuh Hayriantira. Pesan singkat itu sudah dikonfrontasikan ke AW dan ternyata tidak ada kaitan dengan AW, juga dengan pembunuhan yang dilakukan AW.

Disinggung kemungkinan polisi sudah menemukan dan menelusuri percakapan komunikasi dua telepon seluler yang digunakan korban semasa hidup, Krishna mengatakan, AW mengaku membuang dua telepon itu karena takut terlacak polisi. "Sampai saat ini kami belum menemukan dua telepon seluler itu," ujarnya.

Tidak ada laporan

Inspektur Jenderal Mochammad Iriawan yang dihubungi semalam menegaskan, saat jasad Rian ditemukan di sebuah hotel di Garut, ia masih menjabat Kapolda Jawa Barat. Namun, Polres Garut dan Kapolres Garut belum pernah melaporkan temuan jasad korban pembunuhan ke Polda Jabar.

"Enggak ada laporan. Kapolres tidak (pernah) melapor juga," ujar perwira tinggi Polri yang sejak 5 Juni 2015 menjadi Kepala Divisi Hukum Polri.

Dokter forensik dari Universitas Indonesia, Ade Firmansyah, yang dihubungi kemarin, meragukan penjelasan bahwa sidik jari jenazah Rian rusak akibat jasad terendam di air bersuhu 60 derajat celsius selama 24 jam. "Sepengalaman dan pengetahuan saya, sidik jari hanya bisa rusak dalam suhu air 70 derajat ke atas. Itu pun tingkat kerusakan sidik jari terbilang kecil dan masih bisa terbaca," tuturnya.

Sebelumnya, Kepala Polres Garut Ajun Komisaris Besar Arif Rachman, seperti dikutip Kompas, Senin, mengatakan, saat ditemukan, jasad korban membengkak dan melepuh sebagian. Sidik jarinya rusak karena terendam air bersuhu 60 derajat celsius selama hampir 24 jam. Saat dihubungi semalam, ia menegaskan lagi bahwa pihaknya juga sudah menggunakan alat identifikasi sistem sidik jari (mobile automatic multibiometric identification system/MAMBIS).

Namun, Ade menambahkan, jasad orang dewasa bisa menyerap, meredam, atau mengurangi panas air sampai 20 persen. "Dengan suhu air setinggi itu, proses pembusukan jenazah di dalam air justru terhambat. Jenazah justru lamban membusuk," ujarnya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

9 Jam Berdarah: RN Dibunuh, Mayatnya Dimasukkan ke Koper lalu Dibuang ke Pinggir Jalan di Cikarang

Megapolitan
Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Seorang Remaja Tenggelam di Kali Ciliwung, Diduga Terseret Derasnya Arus

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Kamis 2 Mei 2024, dan Besok: Malam Ini Hujan Petir

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

[POPULER JABODETABEK] Mobil Terbakar di Tol Japek Arah Cawang | Pembunuh Wanita Dalam Koper di Bekasi Ditangkap

Megapolitan
Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Perjuangkan Peningkatan Upah Buruh, Lia dan Teman-temannya Rela ke Jakarta dari Cimahi

Megapolitan
Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Cerita Suratno, Buruh yang Khawatir Uang Pensiunnya Berkurang karena UU Cipta Kerja

Megapolitan
Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Pembunuh Perempuan Dalam Koper Tak Melawan Saat Ditangkap Polisi di Palembang

Megapolitan
Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Said Iqbal Minta Prabowo Hapus UU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Ajak Korban Masuk ke Kamar Hotel di Bandung

Megapolitan
Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Said Iqbal: Upah Buruh di Jakarta yang Ideal Rp 7 Juta Per Bulan

Megapolitan
Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Ikut Demo May Day 2024, Buruh Wanita Rela Panas-panasan demi Memperjuangkan Upah yang Layak

Megapolitan
Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Dua Orang Terluka Imbas Kecelakaan di Tol Jakarta-Cikampek

Megapolitan
Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Korban Kedua yang Tenggelam di Sungai Ciliwung Ditemukan Tewas 1,2 Kilometer dari Lokasi Kejadian

Megapolitan
Rayakan 'May Day Fiesta', Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Rayakan "May Day Fiesta", Massa Buruh Mulai Padati Stadion Madya GBK

Megapolitan
Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Fahira Idris: Gerakan Buruh Terdepan dalam Perjuangkan Isu Lintas Sektoral

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com