Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Penyebab Planetarium TIM Tutup

Kompas.com - 18/08/2015, 12:49 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Salah satu komponen alat di Planetarium, Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, mengalami kerusakan. Akibat hal ini, Planetarium ditutup sejak 22 Juli 2015.

Kepala Bagian TU Planetarium TIM Budi Setiawan mengatakan, kerusakan terjadi pada salah satu suku cadang bernama dimmer 3. Soket alat tersebut juga terbakar.

"Pertama, yang terbakar power supply-nya, akhirnya dimmer-nya juga kena, terbakar juga," kata Budi kepada Kompas.com, di TIM, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (18/8/2015).

Alat dimmer 3 tersebut seperti kartu grafis (VGA) pada CPU komputer. Namun, di Planetarium, alat ini berfungsi untuk memperhalus munculnya tampilan proyeksi planet saat diputar.

"Jadi, kalau tidak ada dimmer, munculnya seperti nyalain lampu, langsung nyala terang atau gelap. Kalau ada dimmer, bisa diperhalus," ujar Cecep, pejabat lain di TIM.

Pihaknya belum dapat menyebutkan biaya perbaikan alat tersebut. Sebab, harganya akan ditentukan setelah pembuat perangkat tersebut menyebutkan angkanya.

Dari mana dana perbaikan, ia juga belum tahu karena hal ini terjadi di tengah tahun anggaran. Namun, dana perbaikan akan diajukan pada APBD-P DKI.

"Jadi, alat itu memang sudah lama enggak rusak, terakhir 1998," ujar Budi.

Akibat kerusakan ini, sejumlah pesanan kunjungan ke Planetarium terpaksa dibatalkan. Padahal, Planetarium rata-rata mendapat 1.000 kunjungan per hari dari rombongan, yang terbagi dalam tiga sesi. Jumlah itu belum ditambah dengan pengunjung umum (per orang).

Dia tak dapat menyebutkan berapa pemasukan yang hilang akibat kejadian ini. Namun, sebagai unit pelayanan teknis (UPT) yang berada di bawah Dinas Pendidikan DKI itu, pihaknya akan kesulitan mencapai target setoran ke Pemprov DKI.

"Ini bukan soal untung atau rugi, melainkan soal retribusi. Kemungkinan, kami tidak bisa capai target," ujar Budi.

Planetarium TIM sementara ini tutup sampai batas waktu yang belum ditentukan. Meski enggan memberikan kepastian soal waktu beroperasi, pihaknya berjanji akan menyelesaikan hal ini secepatnya. "Kami usahakan secepatnya," ujar Budi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Selidiki Kasus Penistaan Agama yang Diduga Dilakukan Oknum Pejabat Kemenhub

Polisi Selidiki Kasus Penistaan Agama yang Diduga Dilakukan Oknum Pejabat Kemenhub

Megapolitan
Viral Video Perundungan Pelajar di Citayam, Korban Telepon Orangtua Minta Dijemput

Viral Video Perundungan Pelajar di Citayam, Korban Telepon Orangtua Minta Dijemput

Megapolitan
Curhat Warga Rawajati: Kalau Ada Air Kiriman dari Bogor, Banjirnya kayak Lautan

Curhat Warga Rawajati: Kalau Ada Air Kiriman dari Bogor, Banjirnya kayak Lautan

Megapolitan
Heru Budi Bakal Lanjutkan Pelebaran Sungai Ciliwung, Warga Terdampak Akan Didata

Heru Budi Bakal Lanjutkan Pelebaran Sungai Ciliwung, Warga Terdampak Akan Didata

Megapolitan
Ibu Hamil Jadi Korban Tabrak Lari di Gambir, Kandungannya Keguguran

Ibu Hamil Jadi Korban Tabrak Lari di Gambir, Kandungannya Keguguran

Megapolitan
Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi: Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Jawab Kritikan Ahok Soal Penonaktifan NIK KTP, Heru Budi: Pemprov DKI Hanya Menegakkan Aturan

Megapolitan
Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Paus Fransiskus ke Indonesia September 2024, KWI: Bawa Pesan Persaudaraan Umat Manusia

Megapolitan
Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Diterima Jadi Polisi, Casis Bintara Korban Begal: Awalnya Berpikir Saya Gagal

Megapolitan
Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Polisi Kantongi Identitas Pengemudi Fortuner yang Halangi Laju Ambulans di Depok

Megapolitan
Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Dapat Ganti Untung Normalisasi Ciliwung, Warga Rawajati Langsung Beli Rumah Baru

Megapolitan
Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Tak Gentarnya Jukir Liar di Minimarket, Masih Nekat Beroperasi meski Baru Ditertibkan

Megapolitan
Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Kilas Balik Kasus Pembunuhan Vina Cirebon, Kronologi hingga Rekayasa Kematian

Megapolitan
Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Dikritik Ahok soal Penonaktifan NIK KTP Warga Jakarta, Heru Budi Buka Suara

Megapolitan
Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal 'Study Tour', Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Walkot Depok Terbitkan Aturan Soal "Study Tour", Minta Kegiatan Dilaksanakan di Dalam Kota

Megapolitan
Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Rumahnya Digusur Imbas Normalisasi Kali Ciliwung, Warga: Kita Ikut Aturan Pemerintah Saja

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com