Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok: Kalau Peraturannya Suruh Saya Bayar 1.000 persen, Ya Gue Kasih Aja

Kompas.com - 25/08/2015, 12:08 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 190 Tahun 2014 tentang pedoman pemberian santunan terhadap pengguna penggarap tanah negara, dikhususkan bagi warga normalisasi Kali Ciliwung.

Pemberian uang kerahiman sebesar 25 persen nilai jual objek pajak (NJOP) yang tercantum dalam aturan itu sudah tidak berlaku lagi. Sebab, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Sehingga warga terkena dampak penertiban yang tidak memiliki sertifikat kepemilikan lahan tidak akan mendapat uang kerahiman. 

"Saya ikuti aturan saja, karena itu bukan duit saya kok. Kalau peraturannya suruh saya bayar 1.000 persen, ya gue kasih aja," kata Basuki, di Balai Kota, Rabu (25/8/2015).  

Basuki mengatakan, selama memimpin rapat pimpinan (rapim) di Balai Kota, Basuki selalu meminta Dinas Pekerjaan Umum membuat Pergub pemberian uang kerahiman khusus bagi warga bantaran Kali Ciliwung.

Namun, karena pemberian uang kerahiman tidak diizinkan, maka Pemprov DKI mendorong warga untuk relokasi ke rusunawa. Selama DKI belum bisa memberi rusun yang laik pakai, maka DKI tidak bisa menertibkan pemukiman di bantaran kali.

"Kalau (uang kerahiman) untuk warga penertiban kali lain, enggak boleh saya bilang. Untuk Ciliwung, okelah kami kasih. Jadi saya juga bukan mau cari gara-gara, kalau kamu mau berdebat sama saya enggak karuan, ya saya ladenin. Tidak usah berdebat sama saya karena di negara kita itu enggak dikenal uang kerahiman," kata Basuki. 

Basuki sebelumnya juga telah memberi penawaran kepada warga korban penertiban Kali Ciliwung. Bagi warga Kampung Pulo memiliki sertifikat yang akan mendapatkan ganti rugi. Namun ganti rugi yang diberikan juga berupa rusunawa. Jumlahnya disesuaikan dengan luas tanah yang dimiliki.

Sayangnya, dari 520 bidang yang terkena normalisasi Sungai Ciliwung tidak ada yang memiliki sertifikat. Mereka hanya memiliki akta jual beli bangunan diatas lahan negara.

"Gimana kalau mau duit dan mau rusun juga, kami cari aturannya enggak ketemu. Oke kami cari solusi yang lain. Kami bikin tinggi saja rumahnya. Kalau anda punya tanah, punya bukti hak milik. Saya ganti 1,5 kali. Kalau 100 meter diganti 150 meter dan kami kasih sertifikat HPL. Tidak mungkin saya kasih uang kerahiman, nanti masuk penjara," kata Basuki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Disdik DKI Buka Pendaftaran Akun PPDB Jakarta Mulai Hari Ini

Disdik DKI Buka Pendaftaran Akun PPDB Jakarta Mulai Hari Ini

Megapolitan
Mayat Wanita Kenakan Kaus Gucci Ditemukan di Selokan Kawasan Bekasi, Ada Luka di Jidat dan Dahi

Mayat Wanita Kenakan Kaus Gucci Ditemukan di Selokan Kawasan Bekasi, Ada Luka di Jidat dan Dahi

Megapolitan
Polisi Tangkap 2 Pria yang Sekap Perempuan di Apartemen Kemayoran, Satu Pelaku Hendak Kabur

Polisi Tangkap 2 Pria yang Sekap Perempuan di Apartemen Kemayoran, Satu Pelaku Hendak Kabur

Megapolitan
PAM Jaya Buka Seleksi Calon Management Trainee PAMANAH Future Leader Batch 2, Diikuti 1.087 Peserta

PAM Jaya Buka Seleksi Calon Management Trainee PAMANAH Future Leader Batch 2, Diikuti 1.087 Peserta

Megapolitan
Siswa SMP di Jaksel Diduga Melompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Siswa SMP di Jaksel Diduga Melompat dari Lantai 3 Gedung Sekolah

Megapolitan
Seorang Wanita Disekap Dua Pria di Apartemen Kemayoran

Seorang Wanita Disekap Dua Pria di Apartemen Kemayoran

Megapolitan
Sempat Ditutup Pengelola Mal, Jalan Tembus Menuju Pasar Jambu Dua Dibuka Pemkot Bogor

Sempat Ditutup Pengelola Mal, Jalan Tembus Menuju Pasar Jambu Dua Dibuka Pemkot Bogor

Megapolitan
Muncul Lagi Usai Ditertibkan, Jukir Liar Minimarket: RW yang 'Nanggung'

Muncul Lagi Usai Ditertibkan, Jukir Liar Minimarket: RW yang "Nanggung"

Megapolitan
Dianggap Mengganggu Warga, Restoran di Kebon Jeruk Ditutup Paksa Pemilik Lahan

Dianggap Mengganggu Warga, Restoran di Kebon Jeruk Ditutup Paksa Pemilik Lahan

Megapolitan
Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Jemaah Haji Asal Bogor Diimbau Waspada dan Jaga Kesehatan

Cuaca Panas Ekstrem di Arab Saudi, Jemaah Haji Asal Bogor Diimbau Waspada dan Jaga Kesehatan

Megapolitan
Tiap Hari, Jukir Liar Minimarket di Koja Mengaku Harus Setor ke RW

Tiap Hari, Jukir Liar Minimarket di Koja Mengaku Harus Setor ke RW

Megapolitan
Aturan Walkot Depok, Dishub Wajib Rilis Surat Kelayakan Kendaraan 'Study Tour'

Aturan Walkot Depok, Dishub Wajib Rilis Surat Kelayakan Kendaraan "Study Tour"

Megapolitan
Penyelenggara 'Study Tour' di Depok Diimbau Ajukan Permohonan 'Ramp Check' Kendaraan ke Dishub

Penyelenggara "Study Tour" di Depok Diimbau Ajukan Permohonan "Ramp Check" Kendaraan ke Dishub

Megapolitan
KNKT Telusuri Lisensi Pilot Pesawat Tecnam P2006T yang Jatuh di Tangsel

KNKT Telusuri Lisensi Pilot Pesawat Tecnam P2006T yang Jatuh di Tangsel

Megapolitan
KNKT Sebut Pesawat Jatuh di Tangsel Statusnya Bukan Pesawat Latih, tapi Milik Perseorangan

KNKT Sebut Pesawat Jatuh di Tangsel Statusnya Bukan Pesawat Latih, tapi Milik Perseorangan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com