Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ukuran Tempe Diperkecil Setelah Harga Kedelai Naik

Kompas.com - 27/08/2015, 17:48 WIB
BEKASI, KOMPAS — Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mulai dirasakan dampaknya oleh pedagang dan pengusaha kecil di wilayah Jabodetabek. Salah satu yang terdampak adalah produksi tempe dan aktivitas pedagang makanan.

Sarkuat (38), pedagang tempe di Pasar Baru Kota Bekasi, mengakui, harga kedelai impor sebagai bahan baku tempe naik dari Rp 7.500 menjadi Rp 8.000 per kilogram (kg) dalam dua pekan terakhir akibat nilai tukar rupiah melemah.

Untuk menyiasati kenaikan harga kedelai, Sarkuat mengecilkan ukuran tempe yang dijual sehingga dia tak perlu menaikkan harga. Tempe seharga Rp 5.000 yang semula beratnya 5 ons dikurangi menjadi 4,5 ons.

"Kalau harga dinaikkan nanti dagangan makin sepi. Sekarang saja omzet sudah turun dari biasanya Rp 500.000 jadi Rp 400.000 per hari," kata Sarkuat di Pasar Baru, Rabu (26/8).

Hal serupa dilakukan kalangan pembuat tempe dan tahu di kawasan Bogor Raya (Kota Bogor, Kabupaten Bogor, dan Kota Depok).

Ketua Primkopti Kabupaten Bogor Sukhaeri mengungkapkan, di wilayahnya ada hampir 1.000 pembuat tempe-tahu. Kebutuhan kedelai untuk produsen tempe-tahu di Bogor lebih dari 1.000 ton per bulan yang sebagian besar diimpor dari AS.

Kekhawatiran harga kedelai mulai naik membuat produsen tempe-tahu di Bogor membuat produk lebih kecil 5 persen. Ada juga yang menurunkan produksinya.

Dollah, perajin tempe di Johar Baru, Jakarta Pusat, mengakui harga kedelai mulai naik meski pelan. "Ada kenaikan harga dari Rp 6.800 menjadi Rp 7.400 per kg kedelai kualitas sedang dan dari Rp 7.400 menjadi Rp 8.200 per kg untuk kualitas bagus," ucapnya, kemarin.

Meski harga kedelai sudah naik, ia tetap mempertahankan harga jual tempe buatannya dengan konsekuensi penghasilannya turun. Menaikkan harga tempe, kata dia, tak bisa serta-merta dilakukan karena daya beli masyarakat sedang turun.

Para pedagang makanan juga merasakan dampak ini. Karmidi (46), pedagang pecel lele di depan RS Mekarsari, Bekasi Timur, mengaku dalam dua pekan terakhir omzetnya anjlok dari Rp 1,2 juta per hari menjadi Rp 800.000 per hari. "Apalagi sekarang tempe jadi lebih kecil, harga ayam juga naik," ujar Karmidi.

Ketua Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta Suyanto, Rabu, menyampaikan, gejolak harga kedelai saat ini memang belum parah karena belum mencapai harga kritis Rp 8.000 per kg. Namun, para produsen menginginkan agar harga kedelai stabil sehingga produksi tempe dan tahu tetap berjalan.

Apalagi, menurut Suyanto, kebutuhan kedelai di Jakarta untuk produksi tempe dan tahu mencapai 12.000 ton per bulan atau 400 ton per hari. Di tingkat nasional, kebutuhan kedelai mencapai 132.000 ton per bulan.

Ketua Umum Gabungan Koperasi Tempe Tahu Indonesia Aip Syaifudin mengatakan, saat ini harga kedelai tak melonjak tinggi karena harga kedelai di bursa kedelai AS sedang turun.

Namun, penurunan harga di AS itu hanya akan berlangsung hingga masa panen kedelai di negara itu berakhir pada Desember. Memasuki Januari, harga kedelai di AS akan mulai naik.

"Untuk menstabilkan harga, pemerintah perlu menyerap kedelai lokal sehingga ketika harga kedelai impor naik pada Januari nanti sudah ada cadangan kedelai lokal dengan harga terjangkau," ucapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Ditahan Selama 7 Hari

Megapolitan
Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Dubes Palestina: Gaza Utara Hancur Total, Rafah Dikendalikan Israel

Megapolitan
Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Warga Luar Jadi Biang Kerok Menumpuknya Sampah di TPS Dekat Lokbin Pasar Minggu

Megapolitan
Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Remaja yang Tusuk Seorang Ibu di Bogor Kini Berstatus Anak Berhadapan dengan Hukum

Megapolitan
Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Seorang Pria Ditemukan Meninggal Dunia di Dalam Bajaj, Diduga Sakit

Megapolitan
PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

PKS-Golkar-Nasdem Masih Terbuka ke Parpol Lain untuk Berkoalisi di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Dukung Penertiban Jukir Liar, Pegawai Minimarket: Kadang Mereka Suka Resek!

Megapolitan
Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Diduga Mengantuk, Sopir Angkot di Bogor Tabrak Pengendara Sepeda Motor hingga Tewas

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Pengendara Motor Tewas Usai Ditabrak Angkot di Bogor

Megapolitan
Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Soal Jakarta Tak Lagi Jadi Ibu Kota, Ahok : Harusnya Tidak Ada Pengangguran

Megapolitan
Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai 'Kompori' Tegar untuk Memukul

Keterlibatan 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP, dari Panggil Korban sampai "Kompori" Tegar untuk Memukul

Megapolitan
Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Puncak Kasus DBD Terjadi April 2024, 57 Pasien Dirawat di RSUD Tamansari

Megapolitan
Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Ahok : Buat Tinggal di Jakarta, Gaji Ideal Warga Rp 5 Juta

Megapolitan
Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Ahok: Saya Mendorong Siapa Pun yang Jadi Gubernur Jakarta Harus Serahkan Nomor HP Pribadi ke Warga

Megapolitan
Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Susul PKS dan Golkar, Partai Nasdem Gabung Koalisi Usung Imam-Ririn di Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com