Hal itu diungkapkan saat ICW melaporkan dugaan pelanggaran kode etik Kepala BPK DKI, EDN, ke Majelis Kehormatan Kode Etik BPK RI, Rabu (11/11/2015) siang.
"Seharusnya, menurut kami, kalau ada pejabat BPK yang memiliki aset tanah seperti ini, harusnya jangan jadi pejabat BPK di lokasi tersebut. Karena, konflik kepentingannya akan tinggi," kata Febri.
Salah satu contoh pejabat yang dinilainya menyalahgunakan jabatannya adalah Kepala BPK DKI ini.
Dalam kasus yang dilaporkan ICW, EDN disebut membeli tanah sengketa seluas 9.618 meter persegi di tengah area TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur, pada tahun 2005.
Beberapa bulan setelah membeli tanah itu, EDN langsung menawarkan menjual tanahnya kepada Pemprov DKI. Febri menilai hal itu sebagai penyalahgunaan wewenang.
[Baca: ICW Laporkan Kepala BPK DKI Terkait Lahan TPU Pondok Kelapa]
EDN sempat meminta kepala BPK DKI saat itu untuk mengusut status tanah miliknya. Namun permintaan itu tidak dipenuhi.
[Baca: Ini Sejumlah Kejanggalan dari Kepala BPK DKI dan TPU Pondok Kelapa]
Ketika EDN memimpin BPK DKI, pada Agustus 2014, keluar Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang substansinya mirip dengan surat yang dia buat ketika ia menawarkan kepada Pemprov DKI.
[Baca: ICW: Laporan terhadap Kepala BPK DKI Tak Ada Hubungan dengan Ahok]
Febri khawatir, sebagai Kepala BPK DKI, EDN bisa memanipulasi isi LHP sehingga bisa saja keluar keputusan bahwa Pemprov harus membeli tanah yan sebenarnya milik EDN itu.
"Kalau orang BPK punya tanah yang berkonflik dengan pemerintah dan pemerintah harus membeli itu, sebaiknya nonaktif dulu deh. Supaya tidak terjadi konflik kepentingan, seperti yang terjadi pada kasus ini," tutur Febri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.