JAKARTA, KOMPAS.com — Aksi serangan teroris yang terjadi di ibu kota Perancis, Paris, berdampak psikologis terhadap warga Indonesia.
Hasil survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyatakan, mayoritas masyarakat Indonesia khawatir aksi serupa terjadi di Tanah Air.
Peneliti LSI, Fitri Hari, mengatakan, sebanyak 84,62 persen publik hasil survei merasakan khawatir teror tersebut terjadi pula di Indonesia.
Menurut dia, hanya 13,19 persen warga yang tidak khawatir terjadinya teror dan 2,19 persen tidak menjawab.
"Mayoritas yang kami survei sebanyak 84,62 persen mengaku menyatakan khawatir terjadi aksi terorisme seperti di Paris," kata Fitri dalam jumpa pers di kantor LSI, di Rawamangun, Jakarta Timur, Kamis (19/11/2015).
Pihaknya menyatakan, ada empat alasan masyarakat khawatir dengan serangan teror yang didalangi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Paris tersebut terjadi di Indonesia. Pertama, yakni kelompok radikal tersebut nyatanya telah muncul di Tanah Air.
Publik menyaksikannya melalui pemberitaan media massa mengenai penangkapan terhadap mereka yang terlibat ISIS.
"Publik khawatir karena berita mengenai ISIS sudah ada di Indonesia dan Asia Tenggara," ujar Fitri.
Contohnya, lanjut Fitri, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri pernah menangkap terduga anggota ISIS di Bogor. Dalam penangkapan itu, menurut dia, ditemukan seragam ISIS, buku mengenai jihad, dan lainnya.
Penangkapan inilah, menurut dia, yang menjadi alasan kekhawatiran publik. Alasan kedua yakni masa lalu Indonesia yang pernah menjadi target serangan teroris.
Sebanyak 82,50 persen responden menyatakan khawatir aksi terorisme akan kembali terjadi di negeri ini. Hanya 10 persen yang tak khawatir dan 7,50 persen tidak tahu atau tidak menjawab.
"Dengan adanya peristiwa di Paris, publik khawatir mucul lagi benih terorisme di Indonesia," ujarnya.
Alasan ketiga yakni kondisi ekonomi negeri yang semakin sulit.
Sebanyak 83,78 persen publik percaya bahwa latar belakang pelaku teror adalah mereka yang mengalami kesulitan ekonomi. Sisanya, yaitu 5,41 persen, menjawab tidak percaya dan 10,81 persen tidak tahu.
"Karena pada kasus terorisme yang terjadi sebelumnya di Indonesia, latar belakang pelaku teror adalah mereka yang kehidupan ekonominya sulit," ujar Fitri.