Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa PT KCJ Pilih Kereta dari Jepang? "Second" Lagi...

Kompas.com - 20/11/2015, 06:26 WIB
YOKOHAMA, KOMPAS.com — PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) terus memburu kereta yang sebenarnya masih digunakan di Jepang, untuk dipakai menjadi KRL di Jakarta dan sekitarnya. Mengapa tidak berburu kereta Eropa dan masih gres alias baru?
 
Pertanyaan itu sedikit menggelitik saat Kompas.com pada Selasa (17/11/2015) lalu ikut kunjungan tim PT KCJ melakukan inspeksi ke Depo Nakahara, Jepang, tempat kereta seri 205, yang akan dikirim ke Jakarta. 
 
Di depo tersebut, kereta buatan tahun 1990 itu berdampingan dengan kereta yang masih terlihat baru dari segi penampilan.
 
Menurut Vice President of EMU Planning and Evaluation PT KCJ Agung Suranto, PT KAI sebenarnya pernah membeli kereta Eropa, yakni dari Jerman dan Belanda. Bahkan, kereta itu masih baru.
 
"Tahun 1992, pemerintah beli dua set kereta dari Jerman. Mesinnya dari Korea, dirangkai di Indonesia. Ternyata tidak pernah lebih dari setahun (sudah ada) gangguan. Diperbaiki, gangguan lagi," kata Agung.

Hal itu juga terulang pada kereta dari Belanda yang didatangkan sebanyak 128 set pada tahun 1994. Hingga pada 2007, lebih banyak kereta yang tidak beroperasi ketimbang yang beroperasi.
 
"Mungkin teknologi dari Eropa tidak cocok dengan cuaca di Indonesia. Baik kelembabannya, banyak debunya, sehingga rentan terhadap kotor dan lembab. Makanya sering banyak gangguan," kata Agung.
 
Pada 2004, pengadaan kereta kemudian beralih ke kereta second dari Jepang. Hal ini mengingat, kereta yang dibeli oleh pemerintah dari Jepang pada 1976 bisa bertahan hingga puluhan tahun.
 
Kereta yang dibeli pada 2004 adalah seri 103 buatan tahun 1966-1967. Ternyata, meski bukan yang baru, kereta-kereta asal Jepang lebih andal ketimbang yang dari Eropa. 
 
Sejak saat itu, setiap tahun, PT KCJ memburu kereta dari operator-operator di Jepang, seperti JR East dan Tokyo Metro. Total sudah 600 kereta.
 
"Mungkin karena produk Asia lebih cocok dengan Indonesia," ujar Agung.
 
"Sementara itu, tahun 2011, kereta dari Eropa sudah total berhenti, enggak ada yang jalan," ucap Agung.
 
Mengapa second?
 
Menurut Agung, ada latar belakang mengapa PT KCJ tidak memilih kereta baru. Pertama, tarif KRL yang hanya Rp 2.000 hingga Rp 5.000.
 
"Dengan tarif sebesar itu, sulit bagi PT KCJ mengejar break event point pada saat kereta tersebut harus diganti," kata Agung.
 
Selain itu, pada 2013, pemerintah memerintahkan PT KCJ memobilisasi penumpang di wilayah Jabodetabek dengan target 1,2 juta orang pada 2019.
 
Dengan target tersebut, pengadaan kereta pun harus cepat. Sementara itu, jika beli baru, langkah tersebut membutuhkan waktu, dan PT Inka tidak sanggup mengadakannya.
 
"Maka diputuskanlah membeli secara bekas," ujar Agung.
 
Untuk mencapai target 1,2 juta penumpang per hari itu, PT KCJ masih membutuhkan sekitar 300 kereta lagi. Masalahnya, persediaan di Jepang terbatas.
 
Berdasarkan masukan konsultan dari ITB, realisasi langkah tersebut membutuhkan 160 kereta setiap tahunnya. Namun, ketersediaan kereta di Jepang hanya 60 kereta.
 
"Pihak JR East tahun ini mampu menyediakan kereta. Mereka tidak ada jadwal pergantian lagi. Tahun depan, kami mengambil dari Tokyo Metro 60 (kereta), tahun depannya lagi 60 (kereta)," kata Agung.
 
Ternyata, mencari kereta second pun tak semudah yang dibayangkan...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Penyebab Utama Tewasnya Taruna STIP Bukan Pemukulan, tapi Ditutup Jalur Pernapasannya oleh Pelaku

Megapolitan
Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Polisi Tetapkan Tersangka Tunggal dalam Kasus Tewasnya Taruna STIP Jakarta

Megapolitan
Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Hasil Otopsi Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior: Memar di Mulut, Dada, hingga Paru

Megapolitan
Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Akhir Penantian Ibu Pengemis yang Paksa Orang Sedekah, Dua Adiknya Datang Menjenguk ke RSJ

Megapolitan
Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Polisi Sebut Ahmad dan RM Semula Rekan Kerja, Jalin Hubungan Asmara sejak Akhir 2023

Megapolitan
Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Praktik Prostitusi di RTH Tubagus Angke Dinilai Bukan PR Pemprov DKI Saja, tapi Juga Warga

Megapolitan
Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Keluarga Harap Tak Ada Intervensi dalam Pengusutan Kasus Mahasiswa STIP yang Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Pro-Kontra Warga soal Janji Dishub DKI Tertibkan Juru Parkir, Tak Keberatan jika Jukir Resmi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Pengawasan dan Tata Tertib Kampus Jadi Sorotan

Megapolitan
Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Hari Ini, Polisi Lakukan Gelar Perkara Kasus Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Usul Heru Budi Bangun “Jogging Track” di RTH Tubagus Angke Dinilai Tak Tepat dan Buang Anggaran

Megapolitan
Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Polisi Sebut Pembunuh Wanita Dalam Koper Tak Berniat Ambil Uang Kantor yang Dibawa Korban

Megapolitan
Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Ketimbang “Jogging Track”, RTH Tubagus Angka Diusulkan Jadi Taman Bermain Anak untuk Cegah Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Kampus

Mahasiswa STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Minta Keadilan dan Tanggung Jawab Kampus

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Mahasiswa STIP Tewas Diduga Dianiaya Senior, Keluarga Temukan Banyak Luka Lebam

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com