Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Peraturan tentang Pengupahan Tidak Dicabut, Buruh Serukan Perlawanan

Kompas.com - 20/11/2015, 19:16 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Para pemimpin buruh mengeluarkan sejumlah ancaman terkait dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Dalam apel di Tugu Proklamasi, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (20/11/2015), pimpinan buruh meminta agar PP ini dicabut.

Ketua Umum Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos menyerukan agar buruh bersama bersiap turun untuk mendesak pemerintahan Jokowi-JK.

Sejak PP 78 Tahun 2015 tersebut belum disahkan, Nining mengatakan, aliansi buruhnya telah menolak peraturan tersebut.

"Peraturan pemerintah yang dilahirkan justru memiskinkan. Maka saya instruksikan, bersama pimpinan buruh yang lain siap bertanggung jawab apa pun risiko dan yang dilakukan kawan-kawan. Kita nyatakan perlawanan bersama-sama agar pemerintah tidak lagi buta dan tutup kupingnya," kata Nining dalam orasinya di hadapan massa buruh di Tugu Proklamasi, Cikini, Jakarta, Jumat (20/11/2015).

Pimpinan buruh lainnya menyerukan agar buruh mempersiapkan aksi mogok mulai 24 November sampai 27 November 2015. Mereka mendukung gerakan buruh agar pemerintah mencabut peraturan tersebut.

"Kalau kita tidak melawan akan jadi sengsara sampai anak cucu kita. Mari kita satukan tekad untuk melawan pemerintahan yang zalim," ujar Sunarti, Ketua SBSI 92, yang melakukan long march dari Bandung.

Sementara itu, Ketua Serikat Karyawan Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta Mira Sumirat menyerukan agar buruh siap untuk menutup fasilitas publik, seperti tol dan pelabuhan.

"Tanggal 24, 25, 26, 27 November kawan-kawan, pelabuhan akan kita tutup, jalan tol akan kita tutup, buruh seluruh pabrik akan keluar (mogok), kamu siap melawan?" seru Mira. "Siap!!!" jawab massa buruh.

"Kalau kamu tidak melakukan perlawanan, kamu akan dijadikan pecundang oleh negeri sendiri karena negara tidak hadir untuk kamu semua," ujar Mira lagi.

Firman dari Serikat Pekerja JICT juga menyerukan hal senada. "Kami akan menutup pelabuhan Tanjung Priok pada 24 sampai 27 (November)," ujar Firman.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, 5 juta buruh akan turun dalam aksi mogok nasional. Mereka berasal 22 provinsi dan 200 kabupaten seluruh Tanah Air. Mereka akan melakukan mogok di daerahnya masing-masing.

"Termasuk buruh Freeport di Papua," ujar Iqbal. (Baca: Buruh Padati Tugu Proklamasi Tolak PP Pengupahan)

Dirinya menyampaikan tiga tuntutan buruh. Pertama, agar pemerintah mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015; kedua, menolak formula baru kenaikan upah minimun; dan terakhir, meminta upah minimum yang baru Rp 500.000 dan memberlakukan upah minimum sektoral sebesar 10 persen.

Jika tidak, menurut dia, maka buruh akan melanjutkan mogok berkelanjutan. Pihaknya meminta aparat negara, seperti TNI dan Polri, mengawal dengan baik jalannya aksi mogok nasional kali ini.

Ia meminta aparat tidak represif. Sebab, setiap buruh yang mendapat kekerasan pada hari mogok nasional besok akan dipantau organisasi buruh internasional.

"Pemerintah bisa kena sanksi dan tekanan, bahkan sampai embargo bila ada kekerasan terhadap buruh," ujar Iqbal. (Baca: Sekjen KSPI Ditetapkan Jadi Tersangka Demo Ricuh di Istana Merdeka)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah Bakal Dipindahkan ke Panti ODGJ di Bandung

Ibu Pengemis Viral yang Paksa Orang Sedekah Bakal Dipindahkan ke Panti ODGJ di Bandung

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Curi Uang Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Curi Uang Korban

Megapolitan
Ketua RW Nonaktif di Kalideres Bantah Gelapkan Dana Kebersihan Warga, Klaim Dibela DPRD

Ketua RW Nonaktif di Kalideres Bantah Gelapkan Dana Kebersihan Warga, Klaim Dibela DPRD

Megapolitan
Menjelang Pendaftaran Cagub Independen, Tim Dharma Pongrekun Konsultasi ke KPU DKI

Menjelang Pendaftaran Cagub Independen, Tim Dharma Pongrekun Konsultasi ke KPU DKI

Megapolitan
DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

DBD Masih Menjadi Ancaman di Jakarta, Jumlah Pasien di RSUD Tamansari Meningkat Setiap Bulan

Megapolitan
Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Tak Hanya Membunuh, Pria yang Buang Mayat Wanita di Dalam Koper Sempat Setubuhi Korban

Megapolitan
Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Polisi Duga Ada Motif Persoalan Ekonomi dalam Kasus Pembunuhan Wanita di Dalam Koper

Megapolitan
Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Pria di Pondok Aren yang Gigit Jari Rekannya hingga Putus Jadi Tersangka Penganiayaan

Megapolitan
Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Dituduh Gelapkan Uang Kebersihan, Ketua RW di Kalideres Dipecat

Megapolitan
Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Pasien DBD di RSUD Tamansari Terus Meningkat sejak Awal 2024, April Capai 57 Orang

Megapolitan
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Megapolitan
Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Terbakarnya Mobil di Tol Japek Imbas Pecah Ban lalu Ditabrak Pikap

Megapolitan
Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Berebut Lahan Parkir, Pria di Pondok Aren Gigit Jari Rekannya hingga Putus

Megapolitan
DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

DLH DKI Angkut 83 Meter Kubik Sampah dari Pesisir Marunda Kepu

Megapolitan
Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Janggal, Brigadir RAT Bunuh Diri Saat Jadi Pengawal Bos Tambang, tapi Atasannya Tak Tahu

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com