Cara ini dianggap perlu dilakukan untuk memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan saksi maupun korban dalam memberikan keterangan.
"Dengan demikian apa yang sebenarnya terjadi bisa terungkap," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai melalui keterangan tertulis, Rabu (13/1/2016).
Menurut Haris, jika merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, permohonan perlindungan untuk saksi dan korban bisa diajukan aparat penegak hukum.
Ia menyebut bila melibatkan anggota TNI, tentu saja pihak yang dimaksud adalah Oditur Militer maupun Polisi Militer.
Haris mengatakan, LPSK bisa saja melindungi korban maupun saksi kejadian-kejadian tersebut jika ada permohonan dari korban. Apalagi jika terindikasi ada penganiayaan berat.
"Selain perlindungan fisik, LPSK juga memiliki layanan bantuan medis-psikologis bagi korban," ujar dia.
Catatan LPSK menyebutkan, dalam lima hari terakhir terjadi tiga kali kasus tindak kekerasan yang diduga dilakukan anggota TNI. Seluruhnya terjadi di wilayah Jabodetabek.
Kasus tersebut masing-masing pemukulan anggota polisi lalu lintas oleh anggota TNI AL di Bekasi pada Sabtu (9/1/2016); pemukulan bocah SD oleh anggota TNI AL di Cilandak, Jakarta Selatan pada Minggu (10/1/2016); dan penyerangan terhadap Camat Tanah Abang dan anggota Satpol PP di Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Senin (11/1/2016).
Merujuk pada kasus-kasus tersebut, Haris menilai pimpinan TNI di tingkat atas perlu mengambil tindakan. Cara ini dianggap perlu dilakukan untuk mencegah hal serupa terulang di kemudian hari.
"Kejadian seperti itu seharusnya tidak dilakukan oleh aparat negara yang seharusnya melindungi warganya. Jika terus terjadi bisa merugikan nama baik institusi militer sendiri," ucap Haris.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.